Jatim Raya

Menjemput Sejarah, Warga Juritan Gelar Upacara HUT RI ke 74 di Sungai Brangkal, Mojokerto

20
×

Menjemput Sejarah, Warga Juritan Gelar Upacara HUT RI ke 74 di Sungai Brangkal, Mojokerto

Sebarkan artikel ini

MOJOKERTO (Suarapubliknews) – Tepat di Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-74, upacara pengibaran sang saka merah putih di tempat yang tak biasa dilakukan warga lingkungan Jayeng, Kecamatan Prajurit Kulon, Mojokerto.

Mereka memilih Sungai Brangkal sebagai lokasi pengibaran bendera, sehingga harus rela basah kuyup melawan arus. Ada sekitar 50 orang yang mengikuti upacara bendera, mulai dari warga, perangkat kelurahan, hingga anggota DPRD Kota Mojokerto, Gunawan yang sengaja hadir sebagai Inspektur Upacara.

Meski harus melawan derasnya aliran sungai, mereka tetap hikmat mengikuti serangkaian upacara, khususnya ketika sang saka merah putih dikibarkan di atas sungai yang menjadi simbol perlawanan warga Juritan melawan penjajah Belanda.

Hebatnya, kondisi debit air yang tiba-tiba naik usai hujan semalam hingga seukuran dada orang dewasa, ternyata tak menggoyahkan sedikit pun nasionalisme mereka.

“Upacara di dalam sungai ini, tidak lain adalah memberikan pendidikan kepada masyarakat bahwa lingkungan, wilayah air, sungai ini juga memerlukan perawatan,” ujar Gunawan usai bertindak sebagai inspektur upacara di Sungai Brangkal, Sabtu (17/8/2019) pagi.

Dengan menggelar upacara di sungai, Gunawan juga berharap masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah di sungai. Sebab, sungai merupakan sumber kehidupan yang harus terus dijaga kebersihannya. Tidak hanya itu, anggota DPRD Fraksi PPP juga sempat membagikan bibit tanaman untuk ditanam di pinggir sepanjang sungai Brangkal yang melewati lingkungan Jayeng, sebagai program penghijauan.

Nilai Histori Sungai Brangkal

Dipilihnya sungai Brangkal sebagai lokasi upacara oleh warga Juritan bukan tanpa alasan. Pasalnya, sungai tersebut memiliki nilai sejarah yang cukup panjang, semasa penjajahan Belanda di Mojokerto.

Saat itu wilayah Kota Mojokerto terpecah menjadi beberapa bagian. Belanda berhasil menduduki pusat Kota; sekitar alun-alun, sementara masyarakat pribumi menduduki wilayah bagian barat sungai Brangkal, sehingga menjadi batas di antara kedua belah pihak.

“Sungai ini menjadi garis perlawanan masyarakat Prajurit Kulon, saat itu bernama Laskar Kucing Hitam yang dipimpin Pak Kemas. Anggotanya dari berbagai profesi,” imbuhnya.

Bahkan, dii sisi selatan, Gg I yakni Jembatan Tribuana dulu dijadikan tempat perundingan penjajah dan pejuang khususnya warga Prajuritkulon.

“Kalau malam hari ada lampu sokle Belanda, para pejuang memberikan perlawanan dengan melontarkan ketapel pada pasukan Belanda,” pungkasnya. (q cox, Wid)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *