Hukrim

Perkara Dugaan Penganiayaan Anak Tiri, Suami Terdakwa: Istri Saya Tak Sekejam Tudingan Warga

13
×

Perkara Dugaan Penganiayaan Anak Tiri, Suami Terdakwa: Istri Saya Tak Sekejam Tudingan Warga

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya yang diketuai Slamet Riyadi kembali menggelar sidang dugaan perkara Perlindungan Anak yang melibatkan Sunarsih, warga Tenggumung Karya Lor sebagai terdakwa.

Sidang diruang Candra PN Surabaya ini digelar dengan agenda mendengarkan keterangan saki korban MHS dan Lina Ambarwati, bibi korban sekaligus selaku pelapor.

Sidang sempat digelar tertutup saat giliran MHS dimintai keterangan oleh majelis hakim, hal itu dikarenakan MHS masih tergolong saksi dibawah umur, masih berusia 10 tahun.

Sedangkan saksi Lina Ambarwati didepan persidangan mengaku tidak mengetahui keseharian kehidupan terdakwa dan korban dirumah. Mereka tidak hidup serumah.

Jarak rumah mereka pun, tidak dekat. Membutuhkan waktu sekitar 5 menit perjalanan. Bahkan bibi korban ini nyaris tak pernah mengunjungi sejak MHS diasuh oleh Sunarsih.

Usai sidang, Agus Sumardi, ayah kandung korban sekaligus suami terdakwa mengaku tidak sepenuhnya percaya bahwa istrinya tersebut sengaja melakukan hal yang kejam terhadap MHS.

“Dia (terdakwa, red) memperlakukan MHS seperti anak kandung sendiri. Dan saya tahu pasti itu. Tidak ada hal yang saya khawatirkan, untuk meninggalkan MHS berada diasuhan Sunarsih. Hingga saya kerja jauh di Kalimantan sekalipun. Sunarsih mendidik MHS dengan cara normal,” ujar Agus.

Bahkan, beberapa hari sebelum kejadian, terdakwa sempat membelikan gaun buat MHS menjelang perayaan ulangtahun korban. “Saksinya pak Otto, bos Sunarsih, karena saat itu ia berbelanja bareng dengan istri bosnya tersebut,” sambung Agus.

Dalam penjara, terdakwa sempat curhat kepada Agus, bahwa dirinya trauma atas perlakuan warga sekitar rumahnya, dan sempat meminta untuk pindah rumah. Terdakwa mengatakan bahwa dirinya tidak sejahat apa yang orang-orang tudingkan.

“Saya merasa dizolimi, padahal saya pun mencintai MHS seperti anak ku sendiri,” ujar Agus menirukan ucapan terdakwa.

Karena posisinya saat ini ada di penjara, terdakwa pun tidak bisa mengasuh RGN, anak bontotnya yang masih berusia 2,5 tahun.

“Seringkali RGN menangis mencari ibunya, pernah saya ajak menjenguk di Polres Pelabuhan Tanjung Perak dan Medaeng, RGN enggan berpisah dari gendongan ibunya. Kini ia terpaksa diasuh oleh neneknya,” kenang Agus.

Agus pun menegaskan, apabila ada pihak yang merasa keberatan dengan cara asuh terdakwa terhadap korban MHS, sebenarnya dirinyalah yang lebih berwenang mempersalahkan hal itu.

“Mengapa selama ini saya percaya terhadap istri, karena saya tahu sendiri bagaimana karakter dan sikap istri saya kepada anak saya MHS. Saya yang berumah tangga dengan terdakwa, orang lain bisa saja tidak tahu dan mengenal terdakwa, tapi saya mengenalnya,” beber Agus.

Ditambahkan oleh Fahmi, teman dekat Agus dan terdakwa. Fahmi mengaku memahami kondisi rumah tangga mereka dan tidak yakin terdakwa mampu berbuat kejam terhadap MHS. “Saya sering main ke rumah mereka, kitapun kerap kali berpergian bersama keluarga mereka. Terdakwa tak sejahat seperti yang ada dalam presepsi orang,” ungkap Fahmi.

Sedangkan Novan Edi Saputra, ketua tim penasehat hukum terdakwa mengatakan bahwa pihaknya yakin bakal mengungkap takbir kebenaran berdasarkan fakta sidang.

“Apa yang terjadi hanyalah soal salahnya komunikasi antara terdakwa dengan pihak pelapor. Kita akan menepis adanya unsur kesengajaan dari terpelesetnya korban hingga tubuhnya membentur meja,” ujar Novan, Jumat (23/11/2018).

Eni, Salah satu tim penasehat hukum terdakwa menambahkan bahwa pada keterangan saksi korban mengaku banyak hal yang terlupa.

“Artinya apabila selama kni perlakuan terdakwa itu menimbulkan luka yang mendalam, tentunya korban pasti dapat mengingat dengan baik. Banyak hal yang terlupa, mengartikan bahwa semuanya berjalan normal, tidak ada hal yang spesifik,” tambah Eni.

Untuk diketahui, terdakwa didakwa telah menganiaya anak tirinya, dengan cara didorong lalu mengenai ujung meja dan terkena bagian punggung.

“Dorongan itu dilakukan sampai korban mengalami luka di pelipis dan punggungnya,” ujar jaksa Siska Cheistina saat membacakan dakwaan beberapa waktu lalu.

Penyebabnya, terdakwa mengaku jengkel karena hal sepele, yakni korban enggan mengisi daya ponsel milik terdakwa. Saat itu, Sunarti dilaporkan ke kepolisian usai bibi korban melihat bekas luka di tubuh korban.

Dari sanalah, terdakwa harus menelan pil pahit, ia dijerat pasal 80 ayat 1 UU nomor 35 tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak. (q cox)

Foto: Tampak terdakwa Sunarsih (rompi hijau) didampingi tim penasehat hukumnya saat menjalani sidang di Pengadilan Negeri Surabaya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *