Hukrim

Persidangan Kedua Terdakwa Notaris Lutfi Afandi Ungkap “Fakta Baru”

32
×

Persidangan Kedua Terdakwa Notaris Lutfi Afandi Ungkap “Fakta Baru”

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Lutfi Afandi SH. M. Kn, menjalani sidang kedua terkait kasus dugaan tindak pidana penipuan, penggelapan dan pemalsuan akte otentik, yang dituduhkan kepada dirinya. Kamis (15/2/2018)

Sesuai berkas perkara No 103/Pid.B/2018/PN SBY tanggal register 16 Januari 2018, Notaris Lutfi Afandi SH. M. Kn. diduga melakukan penipuan terhadap Hj. Pudji Lestari, SE, Mm sebesar Rp 4,2 miliar.

Jeratan pasal yang dikenakan terhadap terdakwa Lutfi adalah pasal 263 KUHP, pasal 266 KUHP, pasal 372 KUHP dan pasal 378. Dari keempat pasal yang dijeratkan, ancaman hukumannya diatas lima tahun.

Namun di sidang yang kedua, sepertinya semua tuduhan terhadap notaris Lutfi Afandi, mulai terkesan berbalik, setelah H. Choiron salah satu dari pemilik lahan yang menjadi obyek sengketa menyampaikan kesaksiannya di persidangan.

Betapa tidak, H. Choiron menerangkan jika sertipikat asli Hak Milik 64 yang terletak di Desa Gebang Sidoarjo yang saat ini dijadikan obyek sengeketa dan menjadikan Notaris Lutfi Afandi sebagai terdakwa, masih ada pada dirinya.

“Saya yang membawa, karena saya pemilik dan saya masih punya hak atas lahan tersebut juga, saya tidak pernah menjual bagian saya kepada sdri Pudji Lestari, juga saya yang mengambil asli sertipikat di Notaris Lutfi Afandi,” paparnya di persidangan.

Choiron juga mengaku, jika dirinya sendiri yang menyerahkan sertipikat tersebut dengan alasan lahan bagiannya tidak termasuk yang dijual, tetapi sertifiktanya masih menjadi satu hamparan (belum dipecah/dipisah-red).

Sementara saksi lain bernama Rusianto juga menerangkan bahwa obyek lahan yang disengkatan ternyata telah dikuasai oleh Pudji Lestari sejak th 2011, padahal pembayaran pembelian lahan tersebut hingga sekarang belum lunas.

“Banyak biaya yang muncul dan dibebankan kepada kami para ahli waris sedangkan biaya tersebut tidak pernah ada,” tuturnya di persidangan.

Sementara Notaris Lutfi Afandi yang kini sebagai terdakwa menjelaskan bahwa pembuatan akta jual beli atas sertipikat no 64 tidak bisa dilaksanakan karena pada saat sertipikat tersebut dilakukan pengecekkan pada Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo, tidak bisa karena warkah dari sertipikat tersebut tidak ada.

“Untuk bisa dilakukan pengecekkan maka harus dimunculkan warkah baru dengan melakukan proses pengukuran atas lahan tersebut dan hal tersebut belum pernah dilakukan,” jelas Lutfi Afandi.

Karena proses administrasi pembuatan akte jual beli masih terkendala maka transaksi tidak bisa dilaksanakan. Oleh karenanya Lutfi Afandi mengaku tidak pernah menerima biaya apapun baik dari para penjual maupun pembeli dalam transaksi tersebut.

Mendengar keterangan para saksi dan terdakwa ini, ternyata Majelis Hakim terkesan heran saat menyidangkan perkara ini, bahkan terlihat saling menoleh dan saling pandang antara ketua majelis dengan para anggota majelis hakim.

Maka kini mulai terbuka “fakta baru” dipersidangan, bahwa keterangan Pudji Lestari di beberapa media jika dirinya mengalami kerugian sebesar 4,2 miliar masih dibutuhkan pembuktian.

Kepada media ini, Notaris Lutfi Afandi mengaku jika semua tuduhan penipuan dan pengelapan sertipikat yang dituduhkan kepadanya menjadi terbalik.

“Lantas kenapa perkara ini bisa sampai ke pengadilan, ini adalah kriminalisasi terhadap saya selaku notaris semua bukti tanda terima asli penyerahan sertipikat asli ada pada saya,” protesnya.

Dia menceritakan bahwa obyek yang menjadi sengketa adalah lahan seluas kurang lebih 34 Hektar yang lokasinya terletak di Desa Gebang sidoarjo.

“Sertipikatnya atas nama 6 orang pemilik dari 6 orang, tetapi yang pemilik 2 orang tidak menjual kepada sdri Pudji Lestari. Salah satu pemilik yang tidak menjual adalah saksi H. Choiron, yang luasnya lebih 10 hektar,” paparnya.

Lutfi Afandi juga mengatakan jika harga dari transaksi waktu th 2011 sebesar Rp. 19.500/ permeter, yang ternyata belum dilunasi pembayaranannya hingga saat ini.

Untuk diketahui, sebelumnya diberitakan oleh beberapa media bahwa kasus ini berawal dari terjadinya pembelian sebidang tanah tambak yang berlokasi di desa Gebang, Kabupaten Sidoarjo, sesuai Sertifikat Hak Milik No. 64 dengan luas total 34 hektar. Pembelian tersebut terjadi pada Mei 2011.

Tanah yang dibeli Pudji Lestari itu luasnya 24 hektar. Tanah itu milik empat orang. Sebenarnya, di dalam sertifikatnya, total tanah tambak itu adalah 34 hektar, milik enam orang. Namun, dua orang lainnya tidak menjual tanah tambak sisanya, yakni 10 hektar ke Pudji.

Atas pembelian tersebut Hj Pudji Lestari kemudian ke notaris Lutfi Afandi, di kantornya yang beralamat di Jalan Raya Waru, Sidoarjo, untuk membuat Akta Jual Beli (AJB) dan Akta Pembagian Hak Bersama (APHB), Hj. Pudji sempat meminjam sertifikat induk ke notaris Lutfi

Lama ditunggu, ternyata AJB dan APHB itu tak kunjung selesai. Di tahun 2013, Hj. Pudji Lestari mengetahui adanya sebuah AJB dan APHB atas tanah tersebut. Ironisnya, akte-akte itu dibuat notaris Sugeng Priadi, bukan notaris Lutfi Afandi. Dan itu terjadi tahun 2013. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *