Hukrim

PN Surabaya Eksekusi Gedung Astranawa, Pemred Harian Duta Masyarakat Diborgol

13
×

PN Surabaya Eksekusi Gedung Astranawa, Pemred Harian Duta Masyarakat Diborgol

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pengadilan Negeri Surabaya melaksanakan eksekusi Gedung Astranawa di Jalan Gayungsari Timur VIII-IX, berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA) RI No 743 K/Pdt/2018 tanggal 23 April 2018.

Pelaksanaan eksekusi sempat diwarnai aksi dorong antara penghuni gedung dan juru sita PN saat akan memasuki gedung. Namun, karena kalah jumlah, penghuni gedung akhirnya menyerah dan juru sita PN berhasil memasuki gedung.

Setelah berhasil memasuki gedung, juru sita PN langsung mengeluarkan semua barang yang ada di dalam gedung. Barang-barang itu kemudian dipindahkan ke gedung seberang, yang merupakan pemilik dari termohon.

“Kami keluarkan dulu barang-barangnya. Selanjutnya kami pindah ke lokasi di depan Graha Astranawa sesuai permintaan termohon,” terang juru sita PN Surabaya Djoko Soebagyo. Rabu (13/11/2019)

Pemred Harian Duta Masyarakat Diborgol Polisi

Saat proses eksekusi Graha Astranawa Surabaya, aparat kepolisian sempat memborgol Pemimpin Redaksi (Pemred) Harian Duta Masyarakat, Mokhammad Kaiyis, karena dianggap menghalangi jalannya eksekusi.

Harian Duta Masyarakat selama ini memang berkantor di dalam kompleks Graha Astranawa, dan Kaiyis sempat diamankan ke Polrestabes Surabaya bersama dua orang lainnya, bernama Said dan Udik. Kemudian, dipindah lagi ke Polsek Jambangan dan akhirnya dilepaskan.

“Jadi, ini pertama kali saya sebagai wartawan tahu bagaimana proses eksekusi yang berjalan begitu, begitu keras, kasar, arogan. Tapi saya menyadari, saya paham. Ini karena dalam proses kebijakan hukum kita, hal semacam ini sering terjadi dan selalu menimpa orang-orang kecil. Saya melakukan perlawanan karena secara yuridis formal, secara hukum, mestinya eksekusi ini tidak bisa dilakukan,” kata Kaiyis kepada wartawan.

Mengapa eksekusi Graha Astranawa tidak bisa dilakukan? “Ini karena kami masih melakukan perlawanan terhadap eksekusi itu. Pada Selasa kemarin sudah ditetapkan majelisnya dan kapan akan disidangkan perkara ini. Kalau gugatan terhadap eksekusi ini diterima, berarti eksekusi tidak bisa dilakukan. Harus ditunda dulu,” jelasnya.

“Pada 26 November akan ada sidang. Tapi itu tidak digubris. Oleh karena itu, saya sebagai orang kecil dan sipil hanya bisa teriak-teriak. Saya nggak punya bedhil. Saat saya teriak-teriak, saya diambil paksa, saya dikecrek, dimasukkan dalam mobil. Jangankan dikecrek, dipenjara lho saya nggak apa-apa. Ini karena saya mempertahankan hak, dalam Islam itu hukumnya wajib dan ibadah,” imbuhnya.

Kaiyis pun dibawa ke Polrestabes Surabaya. Dari Polrestabes Surabaya, dirinya juga dibawa pindah ke Polsek Jambangan. Setelah itu, Kaiyis dibawa menuju Pos Polisi Gayungan dekat Perumahan The Gayungsari.

“Di Pos Polisi Gayungan itu, saya ‘diamankan’ selama 1,5 jam bersama Pak Said dan Pak Udik. Hampir dua jam. Saya minta dilepaskan, untuk mengamankan komputer agar bisa terbit Harian Duta Masyarakat. Tapi, saya pastikan Harian Duta Masyarakat sementara ini tidak bisa terbit dulu. Saya belum tahu sampai kapan tidak terbitnya. Harus menata dulu jaringan. Kepada pemasang iklan dan pembaca, saya minta maaf,” paparnya.

Kaiyis bahkan menilai pemborgolan dirinya diibaratkan seperti maling dan teroris. “Saya sudah bilang ke teman reserse. Saya mau dimasukkan ke mobil Barracuda monggo. Saya dikecrek monggo. Tapi terlalu berlebihan. Saya pahami mereka sedang menjalankan tugas,” pungkasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *