PeristiwaPolitik

Politikus PDIP Surabaya Minta Ada Sosialisasi Penertiban Baliho, Caleg Tarmuji: Jangan Langsung Babat

152
×

Politikus PDIP Surabaya Minta Ada Sosialisasi Penertiban Baliho, Caleg Tarmuji: Jangan Langsung Babat

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Baliho bakal calon legislatif (bacaleg) ramai terpampang di mana-mana, termasuk di Kota Surabaya, menjelang masa kampanye Pemilu 2024. Namun, ada beberapa titik yang tiba-tiba dibersihkan oleh aparat Satpol PP Pemkot Surabaya.

Tarmuji, bacaleg PDI Perjuangan Dapil 2 Kota Surabaya, mengatakan seharusnya penertiban itu didahului dengan sosialisasi. Sehingga tidak terkesan sekonyong-koyong, membabat baliho-baliho di lapangan. Ia sangat menyayangkan tindakan Satpol PP itu.

Baliho bergambar Tarmuji ikut dibabat, sekalipun baru saja dipasang sebagai alat sosialisasi menjelang Pemilu 2024.

“Bila memang ditertibkan harus dijelaskan bagian mana yang keliru atau melanggar aturan. Nggak langsung dibabat begitu. Dan tentunya harus berlaku adil bagi semua dong, jangan terkesan tebang pilih,” ujar Tarmuji, bacaleg DPRD Kota Surabaya Daerah Pemilihan 2, Selasa (22/8/2023).

Dikatakannya, Satpol PP Surabaya menertibkan baliho milik Tarmuji yang berdiri di kawasan Jalan Karang Asem, Tambaksari.

“Saya setuju ditertibkan jika berada di tempat yang salah, tetapi ya dikomunikasikan dulu, agar baliho yang dibiayai oleh uang sendiri bisa kita pindah dengan baik-baik ke tempat yang benar,” kata Tarmuji.

“Ini saya tidak tahu alasannya apa ditertibkan. Apakah tempatnya yang salah? Atau, materinya yang salah?” kata mantan jurnalis foto itu.

Ditegaskannya, hingga saat ini pihaknya belum pernah mendapatkan sosialisasi dari aparatur yang berwenang. Baik mengenai tempat yang diperbolehkan ataupun dilarang untuk di pasang baliho.

“Kalau ada titik-titik yang disediakan oleh Pemerintah Kota Surabaya sebagai sarana sosialisasi mengenalkan calon legislatif, maka itu opsi solutif yang semakin baik,” tambahnya.

Menurut Peraturan Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 23 Tahun 2018 tentang Kampanye Pemilihan Umum:

“Pasal 32 (1) Peserta Pemilu dapat mencetak dan memasang Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf d. (2) Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. baliho, billboard, atau videotron; b. spanduk; dan/atau c. umbul-umbul.”

Sedangkan ukuran alat peraga kampanye pun juga diatur:
“(3) Ukuran Alat Peraga Kampanye sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah: a. baliho, paling besar ukuran 4 m (empat meter) x 7 m (tujuh meter), billboard atau videotron, paling besar ukuran 4 m (empat meter) x 8 m (delapan meter); b. spanduk, paling besar ukuran 1,5 m (satu koma lima meter) x 7 m (tujuh meter); dan c. umbul-umbul, paling besar ukuran 1,15 m (satu koma lima belas meter) x 5 m (lima meter).”

Di PKPU tersebut memang tidak diatur khusus ihwal pemasangan alat peraga kampanye di tempat-tempat tertentu. Namun dalam Pasal 69 ayat 2 dijelaskan larangan mengenai pelibatan aparat negara di masa kampanye, termasuk TNI dan Polri.

Sementara tertuang dalam pasal 34 ayat (2) PKPU No 23 Tahun 2018, lokasi yang dilarang dipasangi baliho adalah Tempat ibadah (termasuk halaman); Rumah sakit atau layanan kesehatan ; Gedung milik pemerintah dan Lembaga pendidikan (gedung dan sekolah).

Dilansir dari laman resmi Bawaslu, Ketua Badan Pengawas Pemilu RI, Rahmat Bagja memperbolehkan warga yang mengaku bakal caleg untuk memasang spanduk sosialisasi dirinya jelang masa kampanye Pemilu 2024.

“Yang jelas, Bapak dan Ibu boleh pasang spanduk tidak? Boleh. Bapak/Ibu boleh pasang foto tidak? Boleh,” ucap Rahmat Bagja, 16 Januari 2023 di Jakarta.

Menurut Rahmat Bagja, sosialisasi dan kampanye adalah dua hal yang berbeda. “Kami harapkan Bapak/Ibu menikmati sebagai calon untuk melakukan sosialisasi dan nanti 28 November kampanye. Masak Bapak/Ibu mau kita diam-diam saja sekarang? Saya enggak mau,” kata Bagja.

“Kami, untuk sosialisasi, dipersilakan semua,” kata Bagja.Perbedaan sosialisasi dan kampanye, menurutnya, terletak pada adanya ajakan untuk memilih atau tidak. “Namanya sosialisasi mengajak atau tidak? Tidak,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *