Hukrim

Walikota Pasuruan Non Aktif Dituntut 6 Tahun

16
×

Walikota Pasuruan Non Aktif Dituntut 6 Tahun

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menjatuhkan tuntutan 6 tahun penjara terhadap Wali Kota Pasuruan non aktif, Setiyono.

Oleh jaksa, Setiyono dinilai terbukti bersalah terkait perkara dugaan suap proyek pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan.

Selain Setiyono, ada Dwi Fitri selaku Plh Kadis PU Kota Pasuruan yang juga menghadapi sidang tuntutan. Ia dituntut 5 tahun penjara serta Tenaga Honorer di Kelurahan Purutrejo, Kota Pasuruan Wahyu Trihadianto dituntut 4 tahun penjara.

Dari tangkapan itu ditengarai terdakwa Setiyono menerima sebesar Rp 2,2 miliar. Sidang tuntutan itu digelar di ruang Cakra Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya yang dipimpin hakim ketua I Wayan Sosiawan. Sidang ketiga terdakwa itu digelar bersamaan didalam satu persidangan.

Ketiga terdakwa dijerat pasal 12 B nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi. “Terdakwa atas nama Setiyono dituntut dengan 6 tahun penjara dengan denda Rp 500 juta subsider 6 bulan kurungan,” ujar jaksa KPK Tafiq Ibnugroho saat membacakan surat tuntutan, Senin (15/4/2019).

Selain itu jaksa juga mewajibkan terdakwa untuk mengembalikan uang pengganti sebesar Rp2,26 miliar. Jika tidak membayarkan uang pengganti tersebut jaksa berhak menyita harta benda milik terdakwa sesuai dengan besarnya uang pengganti tersebut.

“Jika uang sitaan tersebut kurang dari besarnya uang pengganti maka terdakwa menjalani hukuman pidana 1 tahun penjara,” jelasnya.

Sedangkan, Dwi Fitri dituntut dengan 5 tahun penjara dengan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu Wahyu Trihadianto dituntut dengan 4 tahun tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan penjara.

“Selain itu terdakwa Dwi Fitri wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 80 juta, jika tidak dapat membayar uang pengganti selama satu bulan, terdakwa dijerat hukuman pidana selama 6 bulan penjara,” ucapnya.

Ketua majelis hakim akan melanjutkan sidang tersebut Senin 23 April 2019 dengan agenda pledoi. Usai sidang, jaksaTafiq Ibnugroho mengatakan jika Wahyu Trihadianto tidak dikenakan uang pengganti. “Karena terdakwa sudah membayar uang pengganti tersebut,” ucapnya.

Kuasa hukum terdakwa Setiyono, Ali Ismail mengaku keberatan dengan tuntutan jaksa yang menuntut kliennya itu cukup berat. Dengan tuntutan yang berat itu maka dirinya akan memasukkan beberapa hal di pledoi. “Ada beberapa hal yang menjadi keberatan yang akan kami tuangkan di pledoi,” jelasnya.

Kasus yang menjerat Setiyono, Dwi Fitri dan Wahyu berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan KPK. Setiyono diduga menerima suap terkait proyek pada Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Pemkot Pasuruan, yaitu proyek belanja modal gedung dan bangunan pengembangan Pusat Layanan Usaha Terpadu-Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (PLUT-KUMKM).

KPK menduga Setiyono menggunakan tangan Dwi Fitri selaku Plh Kadis PU Kota Pasuruan dan Wahyu untuk menerima uang dari seorang pihak swasta sebagai pemberi suap atas nama Muhamad Baqir. Keempatnya pun ditetapkan KPK sebagai tersangka.

Untuk proyek itu, Setiyono mendapatkan jatah 10 persen dari nilai kontrak sebesar Rp 2.210.266.000. Selain itu, ada permintaan 1 persen untuk pokja sebagai tanda jadi. (q cox)

Foto: Tampak para terdakwa sesaat usai jalani sidang tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Surabaya, Senin (15/4/2019).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *