SURABAYA (Suarapubliknews) – Program kesejahteraan sosial masyarakat selalu menjadi program prioritas di masa kepemimpinan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini. Selama 10 tahun memimpin Kota Pahlawan, ia telah menggagas permakanan hingga memperbanyak rehabilitasi rumah tidak layak huni (rutilahu) atau bedah rumah. Ia tak ingin ada satu pun warganya yang kelaparan dan tidak memiliki tempat tinggal.
Selama 10 tahun kepemimpinan Wali Kota Risma, berbagai terobosan program untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial itu telah berjalan. Bahkan, seiring berjalannya waktu program pemberian permakanan, bedah rumah, hingga pelayanan di lingkungan pondok sosial bagi PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) terus mengalami perkembangan.
Dalam berbagai kesempatan, Wali Kota Risma menceritakan awal mula munculnya program pemberian permakanan tersebut. Suatu ketika Pemkot Surabaya menemui orang telantar dengan kondisi kelaparan, sehingga akhirnya meninggal dunia.
Meski orang tersebut bukan warga Surabaya, Wali Kota Risma pun iba dan berinisiatif membuat program permakanan tersebut. “Aku ndak mau ada orang Surabaya yang meninggal karena kelaparan,” kata Wali Kota Risma.
Awalnya program permakanan yang digagas Wali Kota Risma sejak tahun 2013 ini, hanya diberikan kepada lansia miskin atau para orang tua. Lansia menjadi target utama karena kebanyakan mereka tinggal sendiri.
Namun seiring waktu, program tersebut terus berjalan hingga penerima bantuan makanan bertambah untuk anak yatim piatu dan penyandang disabilitas. “Kegiatan permakanan merupakan pemberian makan kepada masyarakat Surabaya yang termasuk penyandang PMKS,” kata wali kota perempuan pertama di Surabaya ini.
Untuk pelaksanaan kegiatan ini, Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya bekerjasama dengan kelompok masyarakat, yakni Karang Wreda untuk permakanan lansia, panti asuhan untuk permakanan anak dan IPSM (Ikatan Pekerja Sosial Masyarakat) untuk permakanan bagi penyandang disabilitas.
“Makanan akan disediakan oleh para pelaksana yang kemudian dikirimkan oleh para kurir kepada para penerima manfaat permakanan satu kali setiap harinya,” ungkap dia.
Dinsos Surabaya mencatat, sejak tahun 2013 hingga 2019, total sebanyak 30.865 jiwa penerima manfaat permakanan ini. Mereka terdiri dari 18.779 jiwa lansia, 5.750 jiwa anak dan 6.336 jiwa penyandang disabilitas.
“Mulai tahun 2020, kegiatan permakanan dialihkan ke masing-masing kelurahan untuk mendekatkan ke sasaran penerima permakanan,” kata Kepala Dinsos Surabaya Suharto Wardoyo.
Selain permakanan, kata Kadinsos, Pemkot Surabaya juga memiliki program rehabilitasi rumah tidak layak huni (Rutilahu) atau bedah rumah. Program ini dilakukan dengan cara merenovasi rumah tidak layak huni milik warga fakir miskin yang diusulkan oleh masyarakat kepada pemkot maupun dari hasil survei oleh Dinsos Surabaya.
Program ini sasarannya adalah warga Kota Surabaya yang berkategori masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Data tiga tahun terakhir mencatat, program ini telah menyasar ribuan orang. Tahun 2018 realisasi program ini sebanyak 1009 unit rumah, kemudian tahun 2019 1090 unit rumah, dan tahun 2020 463 unit rumah.
“Sementara sejak awal digagas tahun 2011 hingga 2020 ini, total realisasi program rutilahu telah mencapai 7.258 unit rumah,” terangnya.
Selama ini, Pemkot Surabaya terus berupaya meningkatkan kesejahteraan sosial warganya. Salah satu upaya yang dilakukan itu dengan meningkatkan berbagai layanan di beberapa lingkungan pondok sosial.
Di Surabaya sendiri, Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ), Tunas Wisma, Anak Jalanan hingga anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapat fasilitas pelayanan berupa tempat penampungan sekaligus rehabilitasi, pembinaan dan pemberdayaan.
Mereka tersebar dan mendapat pelayanan di lima Lingkungan Pondok Sosial (Liponsos) yang dikelola pemkot melalui Dinas Sosial sesuai dengan peruntukkannya.
Lima Liponsos yang dikelola Pemkot Surabaya yakni, UPTD Liponsos Keputih (menampung sementara hasil razia ODGJ, gelandangan pengemis dan anjal), UPTD Kampung Anak Negeri (penampungan anak jalanan), UPTD Babat Jerawat (penampungan penderita kusta), Liponsos Kalijudan (penampungan Anak Berkebutuhan Khusus), dan UPTD Griya Wreda (penampungan lansia telantar).
Anang – sapaan lekat Suharto Wardoyo mengungkapkan, data penghuni di UPTD Liponsos Keputih hingga Kamis, (12/11/2020), tercatat sebanyak 1050 orang. Mereka terdiri dari ODGJ 931 orang, Gepeng 49 orang, Lansia 60 orang, Anjal 9 orang dan telantar 1 orang. Para penghuni di sini berasal dari berbagai daerah di dalam dan luar Jawa Timur.
”Sedangkan jumlah penghuni Liponsos Keputih yang menjalani Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Menur terdapat 41 orang,” papar dia.
Menurut dia, Liponsos Keputih tak hanya menjadi tempat penampungan. Para penghuni juga mendapat fasilitas pelayanan dari Pemkot Surabaya. Mulai dari pemberian kebutuhan permakanan 1 hari 3 kali makan, pemberian kebutuhan pakaian layak pakai, pengobatan secara berkala di rumah sakit jiwa bagi ODGJ, hingga pembinaan mental keagamaan (kerohanian).
“Mereka juga mendapat pelatihan keterampilan, kegiatan terapi musik, kesehatan jasmani melalui olahraga dan pemulangan ke daerah asalnya,” terangnya.
Sedangkan di UPTD Kampung Anak Negeri, anak-anak jalanan tak hanya diberikan ditampung dan diberikan pembinaan secara formal. Namun pengembangan minat dan bakat juga dilakukan hingga anak-anak itu mampu menorehkan prestasi. Kini, UPTD yang berada di Jalan Wonorejo Timur No 130 Surabaya ini dihuni sebanyak 34 anak.
Menariknya, pemkot melalui Dinas Sosial juga memiliki UPTD Liponsos Kalijudan. UPTD ini tak hanya sekadar tempat bernaung bagi anak-anak penyandang disabilitas. Liponsos Kalijudan menjadi wadah pengembangan kreativitas bagi mereka. “Di Liponsos Kalijudan saat ini dihuni 50 anak,” ujar Anang.
Tak hanya UPTD yang dikhususkan bagi anak-anak, pemkot juga memiliki Griya Wreda atau tempat penampungan bagi para lansia. Griya Wreda sendiri didirikan dan diresmikan oleh Wali Kota Risma tahun 2013 di Jalan Jambangan Surabaya. Sebelumnya, beralamat di Medokan Asri, Surabaya.
“Hingga bulan November 2020 ini, jumlah penghuni Griya Werda Jambangan mencapai 151 orang,” kata Kepala UPTD Griya Wreda Jambangan Surabaya, Septati Hendartini.
Di samping UPTD Griya Wreda yang dikhususkan bagi lansia, Dinsos juga memiliki tempat rehabilitasi sosial bagi eks penyandang penyakit Kusta. Panti yang berada di Jalan Babat Jerawat, Benowo Surabaya tersebut, saat ini menampung sekitar 93 orang.
Mereka tak hanya berasal dari Surabaya, namun berbagai daerah di dalam dan luar Jawa Timur. Meski telah sembuh, eks penderita penyakit Kusta sering kali ditolak saat kembali ke kampung halamannya. Untuk itulah, mereka tinggal dan dirawat Pemkot Surabaya di UPTD Babat Jerawat. (q cox)