SURABAYA (Suarapubliknews) — DPRD Kota Surabaya tengah membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Peternakan dan Kesehatan Hewan yang menjadi salah satu langkah strategis dalam memperkuat tata kelola sektor peternakan di kota ini.
Pembahasan Raperda ini menjadi langkah penting dalam merespons kebutuhan zaman, maka yang harus diperhatikan adalah soal limbah peternakan, kesejahteraan hewan, dan juga soal transparansi keamanan pangan.
Disamping itu, pemberian insentif bagi pelaku usaha yang taat aturan menjadi bagian yang penting dari upaya membangun Surabaya sebagai kota yang tidak hanya sehat dan bersih, tetapi juga manusiawi terhadap makhluk hidup lain khususnya hewan ternak.
Menurut dr. Michael Leksodimulyo anggota Komisi D DPRD Kota Surabaya, pengaturan mengenai limbah peternakan dalam draf Raperda saat ini masih sangat minim. Hanya disebutkan secara singkat dalam Pasal 9 dan Pasal 27, tanpa pengaturan teknis yang memadai.
“Pengawasan terhadap limbah peternakan masih kurang. Limbah ini tidak boleh langsung dibuang ke sungai atau tempat umum lainnya karena bisa mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan masyarakat,” tegas dr. Michael dalam rapat bersama dinas terkait belum lama ini
Ia mengusulkan agar Raperda mengatur kewajiban pengolahan limbah oleh peternak dengan teknologi yang ramah lingkungan. Lebih jauh, ia juga mendorong Pemerintah Kota Surabaya agar tidak hanya menekankan pada sanksi terhadap pelanggaran, tetapi juga memberikan insentif bagi peternak yang telah menerapkan sistem pengolahan limbah yang modern dan bertanggung jawab.
Isu kesejahteraan hewan juga tak luput dari perhatian. dr. Michael menyoroti perlakuan terhadap hewan ternak selama proses distribusi dan penyembelihan yang dinilainya belum sesuai dengan standar internasional.
Ia berharap Raperda dapat menjadi pijakan untuk menghadirkan perlindungan terhadap hewan ternak, dengan mengatur secara rinci tata cara penanganan hewan sebelum disembelih agar tidak terjadi tindakan yang menyiksa.
“Negara-negara maju sudah menerapkan standar kesejahteraan hewan yang tinggi. Kita juga harus mulai ke arah sana. Dalam rapat selanjutnya, Pansus akan membahas sanksi tegas terhadap pelaku usaha yang terbukti menyiksa hewan sebelum penyembelihan,” ujarnya.
Selain itu, keamanan pangan juga menjadi titik penting dalam pembahasan Raperda. Menurut dr. Michael, masih terdapat kekurangan dalam transparansi informasi mengenai asal-usul dan penanganan produk peternakan yang dijual di pasar maupun supermarket. Padahal, informasi ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan konsumen terhadap produk hewani yang mereka konsumsi.
“Transparansi mengenai dari mana daging berasal, bagaimana ditangani, harus diperjelas. Ini penting agar masyarakat merasa aman dalam mengonsumsi produk peternakan,” tambahnya.
Raperda ini merupakan revisi dari regulasi lama yang sudah tidak relevan, yakni Peraturan Daerah terakhir tentang peternakan dan kesehatan hewan yang disahkan pada tahun 1996.
Perubahan besar ini mencerminkan keseriusan DPRD Surabaya dan Pemerintah Kota dalam menyesuaikan aturan dengan dinamika dan tantangan saat ini, baik dari sisi lingkungan, kesehatan, maupun peningkatan kualitas produk peternakan.
Dengan adanya masukan-masukan konstruktif dari para anggota dewan, Raperda ini diharapkan dapat menjadi perangkat hukum yang tidak hanya menertibkan sektor peternakan, tetapi juga menjadi fondasi untuk menciptakan ekosistem peternakan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Raperda ini diharapkan bukan sekadar aturan, tapi harapan baru bagi masa depan peternakan yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan di Kota Surabaya. (q cox, fred)