SURABAYA (Suarapubliknews) — Komisi B DPRD Kota Surabaya saat menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) tentang evaluasi kepatuhan pembayaran pajak dan retribusi di Kota Surabaya, mendukung sekaligus mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) untuk melakukan langkah-langkah strategis soal penyelesaian tunggakan pajak. Selasa (29/04/2025)
Utamanya, kasus tunggakan pajak yang melibatkan pengembang besar. Tidak ada alasan pengembang besar boleh mangkir, apalagi menikmati hasil tanpa membayar kewajiban kepada negara. Perlakuan adil dalam kewajiban pajak adalah harga mati.
Penekanan ini disampaikan Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, yang mengungkapkan kekecewaannya sembari menegaskan bahwa perlakuan terhadap wajib pajak harus adil tanpa membeda-bedakan besar kecilnya pelaku usaha.
Termasuk soal isu tunggakan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang dilakukan oleh salah satu pengembang besar di kawasan Surabaya Barat (nama di redaksi-red). Namun, undangan rapat tersebut tidak dihadiri oleh perwakilan pengembang dengan alasan yang tidak disebutkan.
“Pengembang ini sudah menikmati hasil dari penjualan rumah, tapi tidak punya itikad baik untuk melunasi PBB yang tertunggak. Dari informasi, dari total tunggakan 12 miliar rupiah, yang dibayar tidak sampai satu miliar, lalu berhenti bertahun-tahun. Ini modus lama,” katanya kepada pers di ruang kerjanya.
Machmud juga mengkritik lemahnya tindakan Pemerintah Kota Surabaya terhadap pengembang besar tersebut. Ia menilai pemkot terlalu lembut dan membiarkan tunggakan itu terjadi selama lebih dari 15 tahun.
“Harusnya sejak lama sudah ada tindakan tegas, seperti penyegelan. Kalau rakyat biasa, sebelum jual beli rumah, PBB-nya harus lunas dulu. Ini justru dibiarkan,” ujarnya.
Mewakili suara Pemerintah Kota , Kepala Bidang pajak PBB dan BPHTB Bapenda Kota Surabaya, Siti Miftahuljana, menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya melakukan penagihan dan pendekatan berulang kali.
Menurutnya, pihak pengembang sempat berjanji membayar tunggakan sebesar Rp.860 juta pada akhir April 2025. Namun, ia mengakui bahwa pembayaran tersebut masih berupa janji tanpa realisasi nyata.
“Total pokok pajaknya sebesar Rp.12,2 miliar. Sejak serah terima berita acara serah terima (BAST) ke Pemkot pada 2021, sebenarnya bisa dibatalkan, tapi karena tunggakan sejak 2008 belum diselesaikan, proses pembatalan tidak bisa dilakukan,” kata Siti.
Ia menambahkan, pembayaran pajak sebenarnya dipermudah lewat banyak jalur seperti perbankan dan platform daring, sehingga alasan keterlambatan dinilai tidak masuk akal.
Terkait sanksi, Siti menyebut saat ini ada kebijakan pembebasan denda hingga Mei 2025 dalam rangka menyambut HUT Kota Surabaya. “Jadi, kalau mau bayar sekarang, hanya pokok pajaknya saja, tidak ada denda,” jelasnya.
Namun, dengan mempertimbangkan bahwa objek pajak tersebut adalah fasilitas umum (PSU) seperti jalan, langkah penyegelan atau tindakan keras harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak merugikan masyarakat luas.
Komisi B menegaskan akan terus mengundang pengembang untuk memberikan klarifikasi, sekaligus mendesak penyelesaian tunggakan tersebut. Jika itikad baik tidak ditunjukkan, mereka mendukung langkah-langkah lebih keras, bahkan mendorong Pemkot untuk mempertimbangkan sanksi administratif. (q cox, fred)