SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Founder Mini Lemon, Reno Halsamer, menegaskan bahwa kecerdasan buatan (AI) bukan ancaman bagi pelaku industri kreatif, melainkan alat bantu yang jika digunakan dengan bijak dapat memperkuat proses produksi.
Hal ini disampaikan Reno dalam sebuah wawancara terkait pemanfaatan AI di dunia animasi dan pendidikan kreatif. “AI tidak akan bisa menggantikan kreativitas sepenuhnya. Justru, AI harus digunakan secara bijak untuk mendukung proses kreatif, bukan mengambil alih,” katanya.
Saat ini Reno tengah mengembangkan proyek komik kolaboratif MetaPanji, yang melibatkan proses kreatif dari para kreator manusia dengan bantuan AI dalam penyempurnaan dan pengemasan ide. Menurutnya, teknologi hanya berfungsi sebagai pendukung, sementara konten dan narasi tetap harus dibentuk oleh manusia.
Sebagai pendidik dan mentor di studio animasi yang juga menjadi tempat pelatihan siswa SMK, Reno telah menerapkan penggunaan AI dalam proses belajar. Namun, ia memastikan bahwa siswa tetap dituntut untuk menyusun skrip, mencari referensi konten, dan mengembangkan ide sendiri. “Kami tidak ingin mereka hanya bergantung pada AI. Harus ada pemikiran dan rencana dari mereka, AI hanya mempercepat atau menyempurnakan,” ujarnya.
Untuk konten seperti video branding dan YouTube, penggunaan AI dianggap cukup efektif membantu siswa yang masih dalam tahap belajar. Namun dalam proyek animasi seperti Mini Lemon versi layar lebar, Reno menyatakan hampir 100 persen proses produksi masih dilakukan secara teknis manual.
Reno juga menyambut baik kebijakan terbaru dari YouTube yang mengharuskan kreator mengungkapkan penggunaan AI dalam konten yang tampak realistis. Ia menilai kebijakan tersebut mendorong para kreator untuk menggunakan teknologi dengan lebih bertanggung jawab. “Langkah seperti ini membuat kreator sadar bahwa karya mereka tetap harus punya sentuhan manusia. AI itu alat bantu, bukan kreatornya,” terangnya.
YouTube juga telah membatasi monetisasi untuk video yang sepenuhnya dibuat dengan AI tanpa tambahan kreativitas manusia. Menurut Reno, aturan ini mendorong terciptanya ekosistem yang sehat dan menyeimbangkan antara teknologi dan orisinalitas.
Dalam dunia animasi, Reno menegaskan bahwa pekerjaan teknis seperti menggambar aset dan menganimasikan karakter masih belum bisa digantikan oleh AI. Teknologi ini hanya digunakan dalam tahap penyempurnaan visual seperti lighting atau tone warna.
“Animasi tidak seperti konten gambar pasif. Dibutuhkan pemahaman teknis dan sentuhan visual manusia. AI mungkin hanya menyumbang 5 persen dalam proses produksi animasi film,” lanjutnya.
Reno melihat bahwa tantangan utama pelaku industri kreatif saat ini adalah kecepatan adaptasi terhadap teknologi. Ia mencontohkan banyak anak muda saat ini, bahkan usia 15 tahun, sudah mampu membuat 3D modeling berkualitas karena mereka terbiasa belajar mandiri dan memanfaatkan AI dengan bijak. “Kalau kita berhenti belajar, akan tertinggal. Dunia ini sangat cepat berubah,” paparnya.
Terkait isu hak cipta dan etika, Reno menyebut bahwa meskipun ia belum mendalami secara hukum, sudah ada undang-undang yang mengatur penyalahgunaan AI seperti peniruan suara dan pencemaran nama baik. Menurutnya, tidak perlu ada regulasi tambahan selama AI digunakan untuk mendukung kreativitas, bukan untuk merugikan orang lain.
“Jangan sampai kita melarang anak-anak mengenal AI sejak awal. Yang penting adalah tahu batas penggunaannya,” tutupnya, mengkritik sikap sebagian pendidik yang melarang total penggunaan AI dalam karya siswa.
Mini Lemon adalah proyek animasi edukatif berbasis kolaborasi yang dikembangkan oleh Reno Halsamer bersama siswa dan tim profesional. Proyek ini menggabungkan pembelajaran, pelatihan produksi konten, dan eksplorasi teknologi digital sebagai bagian dari kurikulum kreatif. (q cox, tama dini)