Politik

Komisi B DPRD Surabaya Minta Pemkot Tertibkan Pasar Liar di Kawasan Tanjungsari

105
×

Komisi B DPRD Surabaya Minta Pemkot Tertibkan Pasar Liar di Kawasan Tanjungsari

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi B DPRD Surabaya menggelar rapat koordinasi membahas penertiban pasar liar di kawasan Tanjungsari, Surabaya Barat, Senin (11/8/2025).

Rapat dipimpin Wakil Ketua Komisi B, Mochammad Machmud, dan dihadiri berbagai pihak terkait, mulai dari Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Perdagangan (Dinkopumdag), Bagian Perekonomian dan SDA, Satpol PP, DPMPTSP, DPRKPP, Camat Sukomanunggal, Camat Bubutan, hingga Lurah Tanjungsari dan Lurah Bubutan.

Kepala Dinkopumdag Surabaya, Febrina Kusumawati, menjelaskan bahwa hasil tinjauan lapangan bersama Komisi B menemukan sejumlah ketidaksesuaian antara izin dan kondisi riil.

“Ada empat potret lapangan yang kami temui, dan semuanya punya masalah berbeda—luasan tidak cocok, KPLI berbeda, hingga jam operasional yang tidak sesuai aturan. Kalau ketentuan berbunyi A, tapi lapangan B, ya sudah, itu harus kita tindak,” ujarnya.

Febrina menegaskan bahwa penertiban bukan soal sulit atau tidak, melainkan soal menjalankan ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama dalam perda dan perwali. Menurutnya, sebagian pasar liar ini sudah berdiri sejak lama, sehingga Pemkot sebenarnya punya kewenangan memindahkan atau menertibkan sesuai aturan.

“Kalau sudah ada SP (surat peringatan) dan tidak diindahkan, ya tinggal lanjut ke langkah hukum. Prosesnya jelas,” tambahnya.

Namun, ia juga mengakui penertiban baru kali ini kembali mengemuka meski sebelumnya pernah dibahas di periode lalu. “Kalau dulu-dulu sempat belum terlaksanakan, sekarang kita lakukan. Tinggal kami keluarkan SP setelah rapat ini,” katanya.

Sementara itu, Mochammad Machmud menyoroti lemahnya fungsi pengawasan di tingkat bawah. Ia menilai lurah dan camat seringkali abai terhadap pelanggaran di wilayahnya.

“Sudah tahu ada satu-dua pedagang di badan jalan, tapi dibiarkan sampai jadi puluhan bahkan ratusan. Sama halnya tanah pemkot yang dibiarkan ditempati sampai jadi kampung satu RW. Ketika mau dibongkar, jadi rumit,” tegasnya.

Machmud mengingatkan bahwa di kecamatan ada Satgas Penertiban yang seharusnya aktif memantau pelanggaran, seperti pedagang di trotoar atau bangunan yang menutup aliran sungai. Ia memberi contoh kawasan Kaliana yang kini ramai dibongkar setelah bertahun-tahun dibiarkan.

Ia juga menyinggung kasus di kawasan Koblen yang sebelumnya mendapat izin khusus karena statusnya sebagai cagar budaya. Rekomendasi dari tim cagar budaya tahun 2020 memberi waktu dua tahun untuk membangun sesuai peruntukan. Namun hingga 2025, pembangunan tak kunjung dilakukan.

“Itu berarti izinnya sudah mati sejak 2022. Kalau mau bergerak, ya tidak boleh lagi. Camat sudah kami minta bantu mengawasi,” tegasnya.

Hingga rapat digelar, sejumlah lokasi pasar liar dan bangunan bermasalah di Tanjungsari masih belum mendapat SP1 atau SP2. Komisi B meminta dinas terkait segera mengambil langkah tegas, mengingat kasus ini sudah berulang kali dibahas. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *