SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Perekonomian Jawa Timur pada 2025 berhasil tumbuh 5,23%, melampaui rata-rata nasional 5,12%. Kinerja ini didorong investasi yang kuat, ekspor yang meningkat, dan sektor jasa keuangan yang stabil, meski tekanan global akibat perang dagang dan ketegangan geopolitik masih membayangi.
Hal ini diungkap dalam kegiatan Media Briefing Tw III dengan Tema “Sinergi dan Kolaborasi untuk Menjaga Stabilitas dan Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi dalam Rangka Mewujudkan Jawa Timur sebagai Gerbang Baru Nusantara” yang di moderator oleh Shima Perwira
Deputi Kepala Bank Indonesia (BI) Jawa Timur, M. Noor Nugroho, menyebut tarif perdagangan 19% di Amerika Serikat memang berdampak pada ekspor Indonesia, namun posisi Indonesia tetap kompetitif dibanding Vietnam (20%) dan Meksiko (25%). “Pergeseran aliran modal dari AS ke negara-negara yang dianggap lebih stabil menjadi peluang bagi Indonesia, termasuk Jawa Timur,” ujarnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan Jatim, Yunita Linda Sari, menegaskan motor penggerak utama pertumbuhan daerah berasal dari sektor pengolahan industri dan perdagangan. Sektor konstruksi serta akomodasi makanan-minuman juga mencatat kenaikan signifikan, didukung momentum libur dan hari raya. Inflasi Jawa Timur terjaga di level 2,21%, masih dalam kisaran target nasional.
Sektor jasa keuangan menunjukkan ketahanan, dengan permodalan perbankan yang kuat, likuiditas memadai, dan risiko terkendali. Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) hingga Juni 2025 mencapai Rp66,73 triliun, tertinggi kedua secara nasional.
Pasar modal daerah tumbuh dengan 25 emiten dan nilai penawaran umum Rp14,7 triliun, mayoritas dari industri pengolahan. Industri reksa dana, asuransi, pembiayaan, dan dana pensiun juga mencatatkan pertumbuhan, menunjukkan kepercayaan masyarakat tetap tinggi.
Kepala Lembaga Penjamin Simpanan II, Bambang S. Hidayat, menyampaikan cakupan penjaminan simpanan di Jawa Timur mencapai 99,95% rekening. Simpanan besar di atas Rp5 miliar maupun kecil di bawah Rp100 juta sama-sama tumbuh. “Indeks menabung konsumen menguat, menandakan niat dan intensitas menabung membaik,” jelasnya.
Dari sisi fiskal, Kepala Bidang Pembinaan Pelaksanaan Anggaran II Kanwil DJPb Jatim, Rabindhra Aldy, mengungkap realisasi belanja modal semester pertama 2025 sebesar Rp1,08 triliun (16% dari target), dengan percepatan di semester kedua yang mencapai 26%. APBN memberi dukungan untuk pembangunan pelabuhan, bandara, dan infrastruktur jalan. “Kami melakukan monitoring ketat dan pendampingan pemerintah daerah untuk percepatan realisasi,” katanya.
Sistem pembayaran non-tunai juga mengalami pertumbuhan pesat, khususnya melalui KRIS (QRIS versi nasional) yang menargetkan 8,87 juta pengguna di Jawa Timur. BI mencatat penurunan penggunaan uang tunai dan peningkatan transaksi digital sebagai langkah positif menuju inklusi keuangan.
OJK menargetkan inklusi keuangan nasional 93% pada 2029 dan 98% pada 2045, diiringi penguatan literasi, pendampingan UMKM, dan pengembangan komoditas unggulan seperti kopi, melon, pisang, dan rempah. Tantangan yang dihadapi antara lain kesenjangan literasi produk syariah, peredaran rokok ilegal yang menggerus potensi penerimaan cukai, dan risiko internal perbankan.
Hingga Juli 2025, LPS telah melikuidasi 144 bank secara nasional, 19 di antaranya di Jawa Timur, dengan total klaim Rp3,3 triliun, termasuk Rp274 miliar di wilayah ini. Penyebab utama perbankan tidak sehat umumnya berasal dari risiko internal dan penetapan bunga tinggi yang tidak wajar.
Sebagai bagian dari penguatan ekonomi kreatif dan pariwisata, BI mengumumkan Jawa Coffee and Flavors Festival pada 23–25 Agustus di Kota Lama Surabaya. Festival ini akan menampilkan kopi, cokelat, rempah, edukasi UMKM, business matching, lomba video, fashion show, dan hiburan, serta dihadiri pejabat tinggi termasuk Gubernur Jawa Timur dan Gubernur Senior Bank Indonesia. (q cox, tama dini)