SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (BI), Destry Damayanti, mengingatkan kembali sejarah penting Surabaya sebagai pusat keuangan Indonesia di masa lampau. Hal ini ia sampaikan saat menutup rangkaian Java Coffee and Flavours Festival (JCFF) 2025 di kawasan Kota Lama Surabaya.
Menurut Destry, Jawa Timur sejak dahulu dikenal sebagai “Gerbang Nusantara”, pusat perdagangan ekspor maupun perdagangan antarwilayah. Bahkan, Surabaya pada zamannya tercatat lebih maju dari Jakarta karena pernah menjadi daerah pertama yang menerbitkan obligasi daerah (municipal bond) untuk membiayai pembangunan fasilitas publik. “Ini menunjukkan betapa kuatnya Surabaya sebagai pusat keuangan di masa lalu,” ujarnya.
Ia menambahkan, posisi Jawa Timur sangat strategis sebagai penghubung wilayah barat dan timur Indonesia. Sejarah panjang perdagangan rempah, kopi, hingga cokelat, menjadikan provinsi ini memiliki potensi besar untuk kembali menjadi motor pertumbuhan ekonomi nasional.
Destry juga menyoroti pentingnya menjaga heritage Kota Tua Surabaya, termasuk gedung bersejarah De Javas Bank yang kini menjadi bagian dari BI. “Kota Tua bisa menjadi pusat wisata sejarah sekaligus bukti kejayaan ekonomi Surabaya di masa lalu,” katanya.
Selain mengulas sejarah, Destry menekankan potensi kopi dan cokelat Jawa Timur. Tercatat 86% ekspor kopi Jawa dikirim melalui pelabuhan di provinsi ini, dengan kontribusi hampir 48% dari total produksi kopi di Pulau Jawa.
Ia menyebut tren global, termasuk fenomena “cokelat Dubai” yang viral, menunjukkan peluang besar bagi hilirisasi produk pangan asal Indonesia. “Kualitas kopi dan cokelat kita tidak diragukan, tapi kapasitas produksinya perlu ditingkatkan agar mampu memenuhi permintaan Amerika dan Eropa,” jelasnya.
Bank Indonesia, berkomitmen mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan melalui pemberdayaan UMKM. Dukungan tersebut mencakup capacity building, akses pasar, hingga pemanfaatan teknologi digital agar UMKM kopi, cokelat, dan rempah siap bersaing di pasar global.
Geliat ekonomi pun terlihat dari capaian transaksi festival tahun ini. Jika pada 2024 nilainya mencapai Rp38 miliar, maka tahun ini melonjak hampir tiga kali lipat menjadi Rp100 miliar.
Apresiasi juga datang dari pelaku industri kopi lokal. Founder Kopipressio, Ferisanta Ginting atau yang lebih dikenal Bryan Rey, menilai perkembangan dunia kopi di Surabaya cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir.
“Sejak kami terlibat dalam kegiatan Java Coffee Carnival hingga kini berganti nama menjadi Java Coffee and Flavours Festival, geliat dunia kopi di Surabaya sangat terasa. Komunitas semakin aktif, pelaku usaha semakin banyak, dan kesadaran masyarakat terhadap kopi lokal juga semakin tinggi,” ungkapnya.
Kopi, cokelat, dan rempah bisa menjadi sumber pertumbuhan baru bagi Indonesia. “Tantangan kita adalah jangan hanya mengekspor biji mentah, tetapi mengolahnya lewat hilirisasi pangan. Ini sejalan dengan prioritas pemerintah untuk menjadikan hilirisasi sebagai kunci Indonesia maju,” pungkas Destry. (q cox, tama dini)