SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus memperkuat pendataan warga penduduk non-permanen, terutama penghuni kos maupun rumah kontrakan. Langkah ini dilakukan dengan memberikan kemudahan akses bagi Ketua RT untuk melakukan pendataan langsung melalui sistem informasi kependudukan yang sudah disiapkan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dispendukcapil) Kota Surabaya, Eddy Christijanto, mengungkapkan bahwa jumlah data penduduk non-permanen yang masuk hingga saat ini baru mencapai sekitar 41.726 orang. “Itu yang mereka (Ketua RT) memasukkan data di penduduk non-permanen. Kalau menurut saya masih kurang banyak, dengan jumlah penduduk yang ada di Kota Surabaya ini,” kata Eddy, Senin (22/9/2025).
Untuk mempercepat proses pendataan, Eddy menyatakan bahwa pihaknya sudah memberikan akun khusus kepada Ketua RT. Dengan akun ini, RT dapat melakukan pencatatan dan pendaftaran penduduk non-permanen secara langsung. “Sehingga nanti mereka akan mendapatkan bukti pendataan penduduk non-permanen,” ujar Eddy.
Selain itu, Eddy juga menegaskan kewajiban melaporkan keberadaan penduduk non-permanen sudah diatur dalam Perwali Nomor 30 Tahun 2025. Aturan tersebut mewajibkan warga dari luar daerah yang tinggal di Kota Surabaya untuk melapor dalam waktu 1×24 jam kepada Ketua RT.
“Setelah itu RT akan melakukan pengisian dengan sistem informasi teknologi yang sudah kita siapkan, yaitu pendataan penduduk non-permanen. Itu sebenarnya kita sudah siapkan semuanya,” tegasnya.
Terkait jumlah kos-kosan di Kota Surabaya, Eddy menyebutkan jika jumlahnya saat ini mencapai lebih dari 6.000 unit. “Kos-kosan berdasarkan laporan dari teman-teman kecamatan kemarin yang kami dapat sekitar itu,” ungkapnya.
Menurutnya, pendataan penghuni rumah kos tersebut, sudah berjalan dan dilakukan bersama camat, lurah serta didukung oleh Satpol PP Surabaya. “Teman-teman camat sebenarnya sudah melakukan pendataan terhadap kos-kosan. Bahkan dibantu oleh teman-teman Satpol PP untuk melakukan pendataan,” jelas Eddy.
Eddy juga menegaskan bahwa penertiban atau yustisi kependudukan tidak hanya menyasar kos-kosan harian maupun bulanan, tetapi juga rumah kontrakan. “Kami kolaborasi melakukan penertiban bukan hanya kos-kosan saja tapi juga kontrakan. Kan kita juga mendapatkan informasi dari Ketua RT dan RW setempat,” katanya.
Sementara itu, Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Ahmad Zaini, menegaskan pihaknya bersama Perangkat Daerah (PD) terkait, kecamatan dan kelurahan rutin melakukan operasi pendataan penduduk atau yustisi kos-kosan.
“Artinya kos-kosan itu betul digunakan untuk kepentingan yang bagus, seperti kebutuhan anak kuliah dan sebagainya, seperti yang di seputaran kampus. Jadi kita (yustisi) bersama-sama mengontrol berdasarkan juga laporan dari RT/RW dan melibatkan masyarakat,” kata Zaini.
Zaini juga mengungkapkan bahwa Perwali Surabaya sudah mengatur kewajiban pemilik kos. Di antaranya menjaga keamanan dan ketertiban lingkungan, melaporkan penghuni baru kepada RT/RW maksimal 14 hari sejak kedatangan, serta menyediakan ruang tamu terpisah dari area kos. “Ini memang akan kita galakkan kembali dengan adanya Kampung Pancasila,” tegasnya.
Selain itu, Zaini juga mengingatkan pemilik kos agar tidak mencampur penghuni laki-laki dan perempuan tanpa pemisahan yang jelas. “Kita akan mengimbau kembali kepada pemilik kos-kosan agar meskipun campur ada pemisahan yang jelas,” katanya.
Terkait pengawasan di malam hari, Zaini menyebutkan hal itu menjadi tanggung jawab pemilik kos sekaligus RT. “Kita mengimbau untuk keseluruhan pemilik kos agar ikut serta berpartisipasi, tidak hanya menerima hasil pondokan berupa uang, tapi juga memenuhi kewajiban,” ujarnya.
Apabila ditemukan pelanggaran, Zaini menegaskan bahwa Pemkot Surabaya menyiapkan sanksi berlapis. Mulai dari teguran lisan maupun tertulis, penghentian atau penyegelan, hingga pencabutan izin usaha pengelolaan kos. “Yang paling ekstrem adalah memang sanksi dari warga, berupa sanksi sosial,” pungkasnya. (q cox)