SURABAYA (Suarapubliknews) – Komisi D DPRD Kota Surabaya menggelar rapat koordinasi bersama Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya untuk membahas Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kota Surabaya Tahun Anggaran 2026, pada Selasa (21/10/2025).
Rapat yang dipimpin Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, dihadiri jajaran Dinkes, Bappedalitbang, BPKAD, dan Bapenda, serta sejumlah anggota dewan yang memberikan perhatian serius terhadap efisiensi dan pergeseran anggaran di sektor kesehatan, terutama terkait pengadaan alat kesehatan, pelayanan masyarakat, dan peningkatan kualitas layanan.
Anggota Komisi D, dr. Michael Leksodimulyo, menyoroti adanya pergeseran dana dalam sub-kegiatan pengadaan sarana dan prasarana gedung kantor. Ia mencatat adanya kekurangan dana sebesar Rp326 juta yang dialihkan ke kegiatan penyediaan jasa, serta pemindahan Rp114 juta dari pos sistem informasi kesehatan. Menurutnya, pergeseran ini perlu dijelaskan secara rinci agar tidak menimbulkan kesan ketidakseimbangan antarprogram.
“Rasionya paling besar di gaji. Jadi muncul angka 12 miliar ini karena beban JKN, JKK, dan jaminan lain. Tapi apakah sebesar itu proporsinya? Selain itu, pengadaan alat seperti CO analyzer, infus pump, dan thermal abrasion masih sangat dibutuhkan. Kalau disebut efisiensi, jangan sampai justru alat vital itu tidak jadi dibeli,” ujarnya.
Michael juga menyoroti peningkatan anggaran untuk penanganan TBC dari Rp23 miliar menjadi Rp36 miliar menunjukkan bahwa kasus TBC di Surabaya masih meningkat. Ia juga menyesalkan berkurangnya anggaran pelayanan lanjut usia yang berpotensi mengurangi perhatian terhadap gizi dan kesehatan lansia di puskesmas.
Sementara itu, anggota Komisi D lainnya, Johari Mustawan, menekankan pentingnya transparansi dan keberanian petugas lapangan dalam menyampaikan data kesehatan. Ia mencontohkan masih adanya ketakutan dalam pelaporan kasus stunting maupun DBD.
“Petugas jangan takut melaporkan kasus sebenarnya. Kadang ada yang khawatir data itu menurunkan penilaian kinerja, padahal laporan yang akurat sangat penting untuk evaluasi dan perbaikan kebijakan,” tegas Johari.
Ia juga menyoroti masalah izin apotek dan toko obat yang saat ini di bawah kewenangan DPMPTSP. Menurutnya, perlu ada pengawasan lapangan agar izin baru tidak hanya diproses secara administratif. Selain itu, Johari meminta data lengkap 63 puskesmas, terutama yang beroperasi 24 jam, agar DPRD dapat memastikan pemerataan akses layanan kesehatan di setiap wilayah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya, dr. Nanik Sukristina, menjelaskan bahwa sebagian pergeseran anggaran digunakan untuk membiayai gaji tenaga kesehatan paruh waktu, termasuk jaminan kerja dan kesehatan.
Ia memastikan bahwa pengadaan alat kesehatan tahun 2026 telah dikomitmenkan oleh Kementerian Kesehatan melalui skema Desentralisasi (DES), sehingga pemerintah kota hanya tinggal menerima barang.
Terkait rencana pengembangan Rumah Sakit Surabaya Selatan, Nanik mengungkapkan bahwa pelaksanaannya tertunda karena adanya rencana kerja sama dengan pihak swasta yang masih dalam tahap pembahasan. Sementara penurunan anggaran untuk pelayanan lanjut usia disebabkan program tersebut tidak lagi menjadi lokus DAK, melainkan dibiayai dari dana BOK yang dikurangi oleh pemerintah pusat.
Dalam kesempatan yang sama, Jubir Bappedalitbang Kota Surabaya, Feriz A.S., menegaskan bahwa pemerintah kota tetap berkomitmen menjaga kualitas layanan kesehatan meskipun terjadi penyesuaian anggaran.
Ia menjelaskan, porsi anggaran fungsi kesehatan tahun 2026 mencapai Rp2,462 triliun atau sekitar 21,7 persen dari total belanja daerah setelah dikurangi biaya pegawai sebesar Rp11,3 triliun. “Artinya, Surabaya masih mempertahankan rasio anggaran kesehatan di atas 20 persen, sesuai amanat nasional,” jelasnya.
Feriz menambahkan, perhitungan fungsi kesehatan juga memperhitungkan alokasi dari tiga rumah sakit daerah dan berbagai program pendukung seperti KB, stunting, dan kesehatan masyarakat. “Meskipun KB secara administratif bukan urusan kesehatan, dampaknya tetap kami masukkan dalam tagging kesehatan karena berpengaruh langsung terhadap kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Menutup rapat, Ketua Komisi D, dr. Akmarawita Kadir, meminta Dinkes menyerahkan data lengkap 63 puskesmas, termasuk kas BLUD dan proyeksi serapan gaji ASN yang turun Rp200 miliar. Ia menegaskan, Komisi D akan terus mengawal agar setiap rupiah anggaran kesehatan digunakan tepat sasaran dan memberikan manfaat nyata bagi warga Surabaya. (q cox, Fred)