SURABAYA (Suarapubliknews) – Selama kurang lebih empat tahun beroperasi, UKM Benang Emas telah bertransformasi menjadi pilar ekonomi yang kuat bagi 114 anggotanya. Bergerak di bidang jahit-menjahit dibawah naungan Koperasi Sumber Barokah (SMB) ini, tidak hanya bicara tentang omzet, tetapi juga tentang pembangunan mental, harga diri, dan peningkatan taraf hidup masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Surabaya.
Bukti nyata geliat ekonomi tersebut terasa di kawasan Jalan Tambak Wedi, Surabaya, di mana aktivitas tak pernah sepi dari deru mesin jahit. Suara ritmis jarum yang menembus kain dan alat pemotong saling bersahutan, menjadi orkestra produktivitas harian di markas Koperasi SMB, sekaligus dapur utama UKM Benang Emas.
Para penjahit hilir mudik, bergantian menyetorkan hasil kerja mereka. Tumpukan produk jahitan, mulai dari seragam sekolah, seragam kantor instansi Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya, dan berbagai lembaga di Kota Pahlawan, hingga pesanan khusus dari pondok pesantren (ponpes) bahkan jemaat gereja di Papua, mengindikasikan geliat bisnis yang meluas jauh melampaui batas kota.
Ketua Koperasi SMB, Uci Fatimatuzzahro, menjelaskan bahwa keberadaan UKM Benang Emas ini didasari oleh semangat ganda, mulai dari sosial dan bisnis.
“Fokus utama kami adalah progres dan pertumbuhan berkelanjutan. Kami hadir untuk menaungi ibu-ibu dan bapak-bapak yang ingin menambah penghasilan dan menjadikan aktivitas menjahit sebagai second engine (mesin kedua) dalam ekonomi keluarga,” ujar Ning Uci sapaan akrabnya, Selasa (28/10/2025).
Semangat pemberdayaan ini disambut baik oleh Pemkot Surabaya yang memiliki kebijakan pro UMKM. UKM Benang Emas berhasil memanfaatkan peluang ini, terutama dalam pengerjaan proyek-proyek besar seperti seragam gratis bagi siswa MBR.
Volume pekerjaan yang stabil dari Pemkot Surabaya inilah yang menjadi kontributor signifikan, mengubah aktivitas menjahit yang awalnya hanya pekerjaan sampingan, menjadi penghasilan utama bagi banyak para penjahit.
Ning Uci menambahkan, perubahan terbesar yang tercipta bukanlah uang semata, melainkan pembangunan mental dan harga diri. Melalui Sekolah Tangguh UKM Tangguh Surabaya (Setara), disiplin dan tanggung jawab profesional ditanamkan kepada para anggota UKM Benang Emas.
“Anggota diajarkan prinsip deadline yang tak bisa ditawar, bahkan menerapkan tanggung renteng saling bantu menyelesaikan pesanan demi menjaga kualitas bersama. Selain skill, yang paling ditanamkan adalah disiplin dan tanggung jawab profesional. Jika ada satu penjahit yang kesulitan menyelesaikan pesanan, anggota lain akan segera membantu,” imbuhnya.
Kemandirian ini memuncak pada program Tabungan Hari Raya (Tahara), yang dana pencairannya menjelang Ramadan menjadi simbol bahwa mereka mampu merayakan Lebaran dengan uang hasil jerih payah sendiri, tanpa mengharapkan THR.
“Kemandirian mental inilah, yang bahkan menyelamatkan seorang ibu dari niat ekstrem untuk menjual ginjal demi biaya kuliah anaknya, menunjukkan bahwa UKM Benang Emas berhasil mengubah nasib dan membangun harapan nyata bagi warganya,” terangnya.
Bukti nyata peningkatan kesejahteraan terlihat pada Makruf (46), seorang penyandang disabilitas dari Semampir yang merupakan tukang potong kain di UKM Benang Emas. Setelah bergabung selama tiga tahun, Makruf kini dipercaya menjadi penanggung jawab penuh untuk seluruh proses pemotongan kain pesanan
Sebelum di UKM Benang Emas, Makruf bekerja di konveksi lain, namun penghasilannya hanya cukup untuk makan. Kondisi ini membuatnya dan keluarga sering terpaksa berhutang atau tutup lubang gali lubang untuk kebutuhan sehari-hari.
“Setelah di bergabung Benang Emas, pendapatan melonjak tajam. Saya mengelola tim kecil yang terdiri dari empat orang. Sekali pencairan upah seminggu sekali, berbeda dengan penjahit yang dua kali seminggu. Upah bersih bisa sampai angka Rp10 juta hingga Rp12 juta,” ungkap Makruf.
Fluktuasi pendapatan di UKM Benang Emas, yang mencapai Rp10juta per bulan pada saat pesanan ramai, telah memberinya stabilitas yang memungkinkan ia berinvestasi kecil untuk keluarganya.
“Di sini untungnya lebih besar. Keluarga tidak lagi berhutang untuk makan sehari-hari, itu perubahan paling besar. Alhamdulillah, kini saya bisa menyekolahkan anak di ponpes, beli sepeda motor, dan paling penting, bisa melunasi sisa cicilan pembangunan rumah yang dulu sampai dititipkan suratnya di bank,” ungkapnya.
Kisah serupa dirasakan oleh Suliha (45), penjahit asal Tambak Wedi Baru. Suliha, yang sangat mahir menjahit hingga mampu menyelesaikan 20 potong baju dalam sehari, awalnya hanya bekerja di konveksi lain dengan upah yang sangat kecil, membuatnya sulit mencukupi kebutuhan keluarga.
Setelah bergabung dengan UKM Benang Emas, ia kini merasakan hasilnya sangat memuaskan. Pembayaran upah jahit dilakukan dua kali seminggu, dan dalam sekali pencairan, ia pernah mendapatkan hingga Rp2 juta.
“Dulu hanya cukup untuk makan. Sekarang saya sangat senang karena hasilnya memuaskan. Alhamdulillah saya sudah bisa beli motor, memperbaiki rumah, dan mencukupi anak-anak,” ujar Suliha.
Secara keseluruhan, pendapatan yang diperoleh Suliha kini jauh lebih besar dan mampu memenuhi berbagai kebutuhan keluarga serta menyisihkan untuk tabungan. “Senang sekali, karena hasilnya memuaskan. Alhamdulillah di sini saya bisa membantu keluarga saya. Selama bekerja di sini, respons dari keluarga sangat positif, dan hasilnya dinilai sangat memuaskan,” tutup Suliha. (q cox)












