SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Perhelatan hari kedua Surabaya Fashion Parade (SFP) 2025 kembali menegaskan posisinya sebagai panggung mode progresif di Indonesia. Dengan mengusung tema besar “Reebillion,” SFP menghadirkan gerakan kreatif yang mendorong desainer untuk menolak stagnasi, mempertahankan kejujuran berkarya, serta menghadirkan fashion yang relevan dengan dinamika urban Surabaya.
Digelar di Tunjungan Plaza 3 Surabaya, hari kedua SFP menghadirkan runway berkelok, tata cahaya dramatis, dan panggung penuh karakter yang memberikan pengalaman visual lebih teatrikal.
Founder SFP, Dian Apriliana, menegaskan bahwa tema tahun ini memprovokasi keberanian berekspresi. “‘Reebillion’ adalah panggilan bagi para desainer untuk tidak takut menentang kemapanan. Setelah 18 tahun, kami ingin melihat karya yang jujur, otentik, dan merefleksikan perlawanan positif. Inilah wajah fashion Surabaya yang sebenarnya,” ungkapnya.
Dian juga menekankan bahwa SFP terus menjadi wadah utama bagi para desainer, model, fotografer, videografer, hingga talent kreatif Surabaya untuk berkembang dan memperkuat portofolio mereka menuju panggung nasional bahkan internasional.
Komunitas mode nasional ikut memberikan dorongan, salah satunya Indonesia Fashion Chamber (IFC). Desainer senior IFC, Alben Ayub Andal, menyebut tema ini sebagai katalis penting bagi regenerasi desainer muda.
“Tema ‘Reebillion’ ini menantang kami untuk membuat ‘pemberontakan’ yang tetap bisa diterima pasar. Ready-to-wear pun bisa memiliki karakter kuat, berani, dan menolak stagnasi tanpa mengorbankan fungsionalitas,” jelasnya. Menurutnya, tren warna 2026 akan banyak mengarah pada tone tanah, sesuatu yang sederhana namun kuat dalam pesan dan tekstur.
Sorotan utama datang dari kolaborasi HWT Gold dengan desainer Megawa, yang menghadirkan rangkaian gaun berpalet matte dengan pendekatan minimalis namun tetap memancarkan kemewahan modern. “Karena konsep saya tidak boleh bling-bling, seluruh gaun dibuat dengan finishing matte. Tantangannya justru bagaimana membuatnya tetap elegan,” ujarnya.
HWT Gold melengkapi tampilan dengan perhiasan bernuansa silver, rose gold, dan yellow gold yang dirancang agar dapat dipakai siapa saja, terlepas dari gaya dan karakter personal. Kolaborasi ini menegaskan bahwa kemewahan tidak harus benderang—kadang justru hadir lewat kesederhanaan bentuk dan ketelitian detail.
Karya Angeline Wong menjadi salah satu highlight paling mencolok dalam hari kedua SFP 2025. Dengan judul 「华御天成」(Huá Yù Tiān Chéng) yang berarti “Kemegahan Kerajaan, Anugerah dari Langit,” Angel memperkenalkan eksplorasi lintas budaya yang kuat secara visual maupun filosofi.
Angel menggabungkan motif, tekstur, dan keanggunan wastra Nusantara dengan estetika pakaian tea party Sangjit—salah satu tradisi Tionghoa yang melambangkan penghormatan, penyatuan keluarga, dan kesucian momen. Sinergi dua budaya ini menghasilkan tampilan megah namun tetap memegang akar tradisi.
Koleksi ini terinspirasi dari mitologi dewi-dewi China yang merepresentasikan kecantikan abadi, keteduhan, kebijaksanaan, dan keharmonisan. Kesan “aura surgawi” terlihat kuat dalam setiap busana, mencerminkan karakter perempuan yang anggun namun penuh kuasa.
Sejumlah desainer turut menampilkan karya terbaik mereka, termasuk Ronie Parero, Dressme.id x Leicel Design, Domi Jolie, Nila Putri, Alben Ayub Andal, serta Ladzz by Lady Wantah. Desainer Migi Rihasalay juga ikut memperkaya keragaman estetika lewat interpretasi tema yang lebih artistik.
Di balik megahnya panggung, SFP kembali menegaskan perannya sebagai ruang eksplorasi yang mendorong perkembangan industri kreatif Surabaya. Melalui riset tren, pengolahan material, hingga eksperimentasi teknis, SFP terus menghadirkan wajah baru dunia fashion setiap tahunnya.
Dengan keberanian para desainer menafsirkan “Reebillion” dalam bahasa visual masing-masing, SFP 2025 hari kedua menjadi bukti bahwa fashion Surabaya bukan hanya bergerak maju—tetapi sedang memasuki fase identitas baru yang lebih kuat dan penuh arah. (q cox, tama dini)












