SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Ada banyak cara melihat dunia, dan tidak semuanya bergantung pada mata. Keyakinan itulah yang terasa kuat dalam gelaran “Melihat Bersama #SetaraBerkarya”, sebuah perayaan seni inklusif yang mempertemukan fotografi, musik, dan seni rupa karya anak-anak disabilitas di Surabaya.
Bertempat di Pacific Sky Hall, kegiatan ini menghadirkan ruang ekspresi bagi 18 peserta disabilitas dari berbagai daerah di Jawa Timur. Mereka menampilkan karya fotografi yang lahir dari sudut pandang personal—jujur, apa adanya, dan sarat makna. Setiap foto menjadi cerita tentang keberanian untuk hadir dan diakui melalui karya.
General Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya, Hogi Budiarto, menyampaikan bahwa karya-karya yang ditampilkan mengajak publik memahami ulang makna keberdayaan.
“Anak-anak ini berkarya bukan untuk membuktikan apa pun, tetapi untuk menyampaikan bahwa kreativitas adalah hak setiap manusia,” ujarnya.
Rangkaian acara juga diisi dengan pertunjukan musik oleh tiga musisi tuna netra, Krisna, Willy, dan Rafly. Melalui alunan nada yang hangat, mereka membuka acara dengan suasana reflektif, menegaskan bahwa keterbatasan fisik tidak membatasi kemampuan untuk menciptakan harmoni.
Di sisi lain ruang, dua seniman tuna rungu-wicara, Kiking dan Pina, menampilkan proses live painting. Tanpa kata, mereka berbicara melalui warna dan gerak kuas. Setiap goresan menjadi bahasa visual yang menyampaikan dedikasi, ketekunan, dan emosi yang mendalam.
Momen emosional juga hadir saat Sophie, salah satu peserta, menyampaikan pidato dalam bahasa Inggris di hadapan hadirin. Dengan penuh percaya diri, ia berbagi pengalaman berkarya sebagai anak dengan disabilitas, sekaligus menyampaikan pentingnya ruang yang setara bagi setiap talenta. Pada kesempatan tersebut, Sophie juga mempersembahkan karya fotografi ibunya sebagai ungkapan terima kasih dalam rangka Hari Ibu.
Cerita personal lainnya datang dari Aqsa, peserta fotografi tuna rungu-wicara, yang berdiri di samping karyanya dan menyampaikan kisah melalui bahasa isyarat. Ia bercerita tentang memotret dengan perasaan, tentang hidup dalam keheningan, serta harapannya untuk dinilai bukan dari keterbatasan, melainkan dari karya yang ia hasilkan.
Sales & Marketing Manager Dafam Pacific Caesar Surabaya, Edy Santoso, menegaskan bahwa kegiatan ini dimaksudkan sebagai ruang inklusif yang memberi kesempatan setara bagi anak-anak disabilitas untuk tampil dan dihargai. “Karya-karya yang ditampilkan bukan sekadar hasil seni, melainkan pernyataan tentang hak untuk berekspresi,” katanya
Melalui kolaborasi dengan Disabilitas Berkarya, UPTD Kampung Anak Negeri, Melihat Bersama, serta kurasi dari Matanesia, kegiatan ini menjadi bagian dari peringatan Hari Disabilitas Internasional yang melampaui simbol dan seremonial. Acara ini menegaskan bahwa inklusivitas bukan sekadar wacana, melainkan praktik yang perlu terus dihadirkan dalam ruang-ruang publik.
“Setiap anak membawa dunia di dalam dirinya. Tugas kita adalah memastikan dunia itu punya ruang untuk tumbuh,” ujar Hogi Budiarto menutup acara. (q cox, tama dini)












