SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mengambil langkah serius dalam upaya meningkatkan perlindungan anak dan kualitas pendidikan dengan menerbitkan kebijakan terkait penggunaan gawai (HP) dan internet. Kebijakan tersebut dituangkan dalam Surat Edaran (SE) Wali Kota Nomor 400.2.4/34733/436.7.8/2025 tentang Penggunaan Gawai (HP) dan Internet untuk Anak di Kota Surabaya.
Kebijakan ini sebagai tindak lanjut dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak dan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2025 tentang Peta Jalan Perlindungan Anak di Ranah Daring tahun 2025-2029. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar, disiplin, serta menghindarkan anak dari dampak negatif perkembangan teknologi informasi.
Dalam SE tersebut, Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi menyebutkan poin-poin yang wajib diketahui oleh tenaga pendidik hingga orang tua. Diantaranya, ia menyoroti pembatasan penggunaan gawai dan internet di lingkungan sekolah.
“Murid dilarang menggunakan gawai (HP) di lingkungan sekolah, kecuali atas instruksi langsung dari guru untuk kegiatan pembelajaran. Penggunaan hanya diperbolehkan sebelum atau sesudah jam pelajaran atau dalam keadaan darurat dengan izin,” kata Wali Kota Eri, Kamis (25/12/2025.
Dalam SE yang diterbitkan pada 22 Desember 2025 itu, Wali Kota Eri juga melarang guru dan Tenaga Kependidikan menggunakan gawai selama kegiatan belajar mengajar berlangsung. Selain itu, sekolah juga wajib melarang akses, penyimpanan, dan penyebaran konten kekerasan, pornografi, perjudian, perundungan digital (cyberbullying), hoaks, serta aktivitas komersial yang tidak berkaitan dengan pembelajaran.
Dalam hal ini, Wali Kota Eri mengimbau, agar satuan pendidikan wajib menyediakan loker atau boks penyimpanan gawai di setiap kelas atau ruang guru, serta menyediakan hotline resmi untuk komunikasi mendesak dengan orang tua.
“Kebijakan ini juga menekankan pentingnya sanksi yang bersifat edukatif dan proporsional bagi pelanggar, serta peran aktif Komite Sekolah dan Satgas Tim Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (TPPK) dalam sosialisasi dan evaluasi,” imbaunya.
Wali Kota Surabaya yang akrab disapa Cak Eri Cahyadi itu menjelaskan, kebijakan ini tidak hanya mengatur penggunaan gawai di lingkungan sekolah. Akan tetapi, juga untuk mengatur penggunaan gawai di lingkungan keluarga dan masyarakat. Oleh sebab itu, ia meminta kepada orang tua agar ikut serta dalam pengawasan di garda terdepan.
“Orang tua agar mengatur batasan jam pemakaian gawai di rumah, paling lama 2 jam per hari di luar kebutuhan belajar. Kami juga menyarankan, agar penggunaan gawai dilakukan di area ruang terbuka saat di rumah, seperti ruang keluarga, dan bukan di kamar tidur,” jelas Cak Eri.
Cak Eri juga mengimbau kepada orang tua, agar mengaktifkan kontrol keamanan orang tua pada gawai yang digunakan. Fitur ini berguna untuk parental control atau pembatasan usia konten, filter pencarian aman, pengaturan waktu layar dan memastikan akun media sosial anak memiliki pengaturan privasi yang ketat.
Tidak kalah pentingnya, Cak Eri juga mengingatkan orang tua untuk meningkatkan literasi digital, berdiskusi dengan anak tentang risiko internet, memberi contoh penggunaan gawai yang bijak, serta mendorong kegiatan alternatif non-gawai seperti olahraga, seni, atau kegiatan komunitas.
Di samping itu, Cak Eri juga mengingatkan jajaran Perangkat Daerah (PD) di lingkungan Pemkot Surabaya untuk menyelenggarakan pelatihan dan bimbingan teknis (bimtek) terkait kebijakan tersebut.
Cak Eri juga meminta kepada jajarannya agar melaksanakan pemantauan dan evaluasi di lapangan, serta membuat laporan secara berkala.
“Jajaran PD Kota Surabaya juga memiliki peran melakukan bimtek secara berkala kepada sekolah dan TPPK terkait implementasi kebijakan dan penanganan kasus kekerasan berbasis digital. Selain itu, kami minta agar menyediakan saluran pengaduan resmi yang mudah diakses dan publikasi secara meluas baik melalui hotline, email, dan platform digital,” ujarnya.
Melalui upaya kolaboratif antara sekolah, keluarga, masyarakat, dan OPD, Cak Eri berharap dapat menciptakan ekosistem digital yang sehat dan aman, demi terwujudnya peningkatan prestasi dan perlindungan optimal bagi anak-anak di ranah daring. Maka dari itu, ketika terjadi masalah digital terhadap anak, ia mendorong kepada masyarakat untuk berani melapor.
Orang tua dan masyarakat bisa melapor jika menemukan berupa percakapan dan peserta dalam grup chat, konten negatif, foto, atau video yang teridentifikasi berisiko dan
berbahaya pada perangkat anak. Selain itu orang tua juga bisa menghapus aplikasi berbahaya atau konten negatif pada perangkat yang digunakan oleh anak.
“Tokoh agama, organisasi pemuda, influencer, RT, RW, LPMK, Kader, Satgas dan seluruh lapisan masyarakat dapat berpartisipasi dalam sosialisasi, implementasi, pemantauan dan evaluasi secara berkala terkait adanya kebijakan penggunaan gawai dan internet,” pungkasnya. (q cox)












