SURABAYA (Suarapubliknews) ~ Komunitas kopi Surabaya menggelar aksi solidaritas bertajuk “Seduh Kopi Kemanusiaan: Donasi untuk Sumatra” dalam rangkaian program Tutur Rasa Jawa Timur: Dari Kebun ke Meja Seduh.
Kegiatan yang berlangsung di Balai Pemuda Surabaya ini menjadi ruang kolaborasi antara pegiat kopi, barista, roastery, dan pemerintah daerah untuk menggalang donasi bagi wilayah terdampak bencana di Sumatra, khususnya Aceh.
Perwakilan penyelenggara Tutur Rasa Jawa Timur, Danang Pepe, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program Dinas Koperasi dan UKM (Diskop UMKM) Jawa Timur yang dikemas dengan pendekatan khas dunia kopi.
“Ini sebenarnya program Diskop UMKM Jawa Timur yang mengadakan festival kuliner. Kebetulan kami dari teman-teman kopi juga punya keinginan bikin charity, dan ini sudah yang ketiga. Kali ini untuk Aceh, Sumatra,” ujarnya.
Menurutnya, Tutur Rasa tidak sekadar festival, tetapi dirancang sebagai acara yang “kopi banget” dan berdampak. Selain pameran dan penjualan kopi, acara ini juga diisi dengan workshop, sharing session, serta kegiatan donasi. “Bikin event yang tampak dan berdampak. Jadi bukan hanya festival, tapi ada workshop, ada diskusi, dan ada charity. Dari Kadinkop setuju, maka kita bikin acara ini,” katanya.
Sebanyak 13 stan kopi ambil bagian dalam kegiatan ini, terdiri dari 10 roastery dan tiga street coffee. Di antaranya adalah Allendina Coffee, Drama Coffee, Kopilaborasi Saint Stellar CW, Ordinary Roast, Work Pause Coffee, Telulas Kopi, Ultra Coffee, Visma & Hobbs Coffee Roaster, dan 1996 Coffee Roastery. Acara ini juga didukung oleh Surabaya Street Coffee seperti Ribira Vespa, Kopi Desa, dan XocolatI Natural Cacao.
Pemilihan roastery, menurut Danang, bertujuan agar para pelaku kopi bisa menampilkan karya terbaik mereka, sekaligus memperkenalkan nilai tambah kopi melalui storytelling. “Tutur Rasa itu bagaimana kita berjualan dengan narasi. Rasa itu dituturkan. Bukan sekadar jualan kopi, tapi bagaimana kopi punya value,” jelasnya.
Aksi donasi ini digelar sebagai bentuk kepedulian komunitas kopi terhadap bencana di wilayah penghasil kopi Gayo, Aceh. Danang menyebut, kerusakan kebun kopi di daerah seperti Takengon dan Bener Meriah berdampak besar bagi keberlangsungan produksi kopi. “Kopi Gayo itu andalan kita. Di sana banyak yang habis. Kalau menunggu panen baru, bisa lima tahun lagi. Kopi yang beredar sekarang kebanyakan stok lama,” ungkapnya.
Donasi dikumpulkan melalui berbagai cara, mulai dari sumbangan biji kopi (beans), tenaga barista untuk sesi seduh donasi, hingga pembayaran seikhlasnya dari pengunjung. Barista-barista berprestasi turut dilibatkan dalam sesi seduh khusus pada jam-jam tertentu agar kegiatan donasi tidak mengganggu operasional penjualan stan lainnya.
Selain itu, acara juga dimeriahkan dengan sesi mixology, kehadiran komunitas Vespa, hingga kegiatan gowes bersama yang membawa sekitar 100 peserta singgah untuk ngopi dan berdonasi. “Pengunjung cukup ramai karena di Balai Pemuda juga ada acara lain. Banyak yang mampir, ngopi, dan berdonasi. Alhamdulillah, yang terkumpul lumayan,” tambahnya.
Donasi yang terkumpul rencananya akan disalurkan melalui jaringan prosesor kopi di Takengon. Meski tidak menetapkan target nominal, Danang menegaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah kepedulian dan penguatan ekosistem kopi. “Kalau target rupiah tidak ada, karena ini soal keikhlasan. Memang kecil dibanding kebutuhan, tapi setidaknya membantu,” lanjutnya.
Selain donasi, Tutur Rasa Jawa Timur juga menjadi ajang mempertemukan komunitas kopi dengan pemerintah. Diskusi dan workshop terkait sertifikasi halal dan merek UMKM turut digelar, sejalan dengan program Diskop UMKM Jawa Timur. “Harapannya ke depan, terutama di 2026, makin banyak UMKM kopi yang dibantu untuk standardisasi, baik halal maupun merek. Yang paling penting, kita saling mengenal,” tutupnya. (q cox, tama dini)












