Politik

Terus Jadi Bahan Gunjingan, Pansus Raperda Pajak Daerah Tuding ‘BPP Sumbernya’

64
×

Terus Jadi Bahan Gunjingan, Pansus Raperda Pajak Daerah Tuding ‘BPP Sumbernya’

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Wacana penurunan pajak RHU di Kota Surabaya yang tertuang dalam draft Raperda pajak daerah terus mendapatkan tanggapan dari beberapa anggota DPRD dan masyarakat Kota Surabaya. Pasalnya dianggap berpihak kepada pengusaha sekaligus bakal semakin menyuburkan keberadaan RHU di Kota Surabaya.

Tak ingin terus menjadi gunjingan, Sekretaris Pansus Raperda pajak daerah Adi Sutarwijono justru menanggapi enteng berbagai tanggapan miring ini, terutama pernyataan dari ketua Fraksi Demokrat DPRD Surabaya H Junaedi.

“Tanyakan kembali ke Fraksi Demokrat, karena materi ini dari Badan Pembuat Perda (BPP) yang ketuanya dari Demokrat, jadi bukan usulan kami, dan itu juga sudah melalui kajian akademik, apalagi usulan Raperda ini disusun sejak tahun 2015, apakah mereka selama ini tidak pernah diberikan laporan oleh anggotanya yang duduk di BPP, itu pertanyaan besarnya,” ucapnya kepada Suarapubliknews.net, sembari menunjukkan buktinya. Rabu (12/7/2017)

Politisi yang kini menjabat wakil ketua Komisi A DPRD Surabaya ini menegaskan bahwa pembahasan Rapeda pajak daerah ini semangatnya justru untuk semakin mendorong pertumbuhan ekonomi, dasar pembahasannya adalah hasil pajak yang diterima yang proyeksikan selama 3-4 tahun terakhir, dan ini per item, jadi bisa naik dan turun.

“Secara pribadi saya berpendapat bahwa pajak untuk RHU itu seharusnya tetap atau dinaikkan, dengan maksud agar lokasi hiburan itu hanya untuk mereka yang benar-benar butuh rekreasi dan mampu, karena biayanya pasti mahal, tetapi sekali lagi, ini pendapat pribadi saya, karena Pansus masih bekerja dan belum berstatemen,” tegasnya.

Politisi PDIP ini menjabarkan, jika ada 3 aspek yang mendasar bagi Pansus untuk melakukan pembahasan Raperda Pajak Daerah yakni:
1.    Aspek proyeksi dan realisasi penerimanaan pajak selama 3-4 tahun terakhir
2.    Apakah bersifat mendukung atau justru membebani kegiatan ekonomi kreatif atau UMKM
3.    Mempertimbangkan aspek moralitas masyarakat
4.    Mempertimbangkan beban ekonomi masyarakat.

“Contohnya soal pameran untuk busana, komputer, elektronik, otomotif dan porperty, semula 20 persen diwacanakan turun menjadi 10 persen, ini semata-mata untuk membantu para penyelenggara dan pengusaha agar semakin tumbuh, karena jika pajaknya rendah maka animo untuk pameran akan semakin banyak,” tuturnya.

Sebaliknya, lanjut Awi, untuk pajak parkir kami wacanakan untuk dinaikkan, bila perlu 100 persen atau 200 persen, seperti contoh di sejumlah toko modern yang sampai saat ini menghitung sendiri besaran nilai pajaknya, karena memang tidak memungut jasa parkir, sehingga selama ini hanya menyetorkan pajak dengan nilai rata-rata Rp 100 ribu/toko/bulan, padahal, praktiknya tetap ada tarikan di lokasi itu.

Menurutnya, Pansus Raperda Pajak Daerah yang saat ini dilaksanakan oleh Komisi A DPRD Surabaya, secara prinsip memiliki estimasi sementara, agar arah perbaikan aturan nilai pajak ini diharapkan akan terjadi kenaikan penerimanaan pajak daerah.

“Secara keseluruhan perolehan pajak tahun 2016 sebesar 3 triliun dari target 2.8 triliun. Untuk pajak hiburan Rp 59 miliar. Tahun 2017, pendapatan dari pajak diproyeksikan Rp 3.1 triliun,” terangnya.

Awi-sapaan akrab Adi Sutarwijono juga menjelaskan bahwa salah satu item RHU itu adalah hiburan, contohnya pada tahun 2016, penerimaan pajaknya 59 Miliar dari target 62 Miliar.

“Pajak hiburan dibagi menjadi 3 kriteria yakni Bioskop diterima 24 Miliar dari target 28 Miliar, non bioskop diterima 33 miliar dari target 30 Miliar, dan insidentil yang diterima 2,3 Miliar dari target 3 Miliar,” pungkasnya. (q cox)

Berikut ini adalah anggota Badan Pembuat Perda (BPP) DPRD Surabaya:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *