Nasional

Simpati Beberapa Tokoh Nasional Kepada Terdakwa Kristin Terus Mengalir, Oegroseno: Putusan Bebas Murni

97
×

Simpati Beberapa Tokoh Nasional Kepada Terdakwa Kristin Terus Mengalir, Oegroseno: Putusan Bebas Murni

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Terdakwa Lau Djin Ai alias Kristin yang saat ini masih menjalani persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jember dan dalam kondisi ditahan, terus mendapatkan simpati dari berbagai pihak.

Terbaru, simpati itu datang dari Emilia Contessa anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) mewakili Jawa Timur untuk periode 2014–2019 yang memiliki nama asli Nur Indah Citra Sukma Hati. Senin (11/03/2019)

Namun Emilia masih belum merespon konfirmasi media ini via ponselnya, soal apa alasannya tertarik dengan kasusnya terdakwa, sekaligus bersimpati kepadanya, dan apa harapannya terhadap proses pengadilan yang sedang dialami terdakwa.

Sebelumnya, Komjen. Pol. (Purn.) Drs. Oegroseno, SH, Wakapolri periode 2013-2014, mengatakan bahwa Pemerintah harus memberi perlindungan dan bimbingan kepada masyarakat yang telah berusaha memberi perlindungan dan mengembangbiakkan Satwa2 di Indonesia

“Seharusnya semua ijin online. Pemerintah harus melayani dan bukan dilayani. Fakta revolusi mental para birokrat tidak berlangsung sejak dulu sampai sekarang. Pencabutan BAP (soal terjadinya transaksi satwa ilegal) disidang seharusnya menjadi keyakinan hakim bahwa kasus Kristin menjadi pintu masuk putusan bebas murni,” tutur Oegroseno di salah GWA. Minggu (10/03/2019)

Sementara menurut mantan Dirjen PHKA (sekarang KSDAE), Koes Saparjadi, melihat kondisi keaneka ragaman hayati, dimana habitat satwa dan satwanya sendiri sudah semakin terancam, maka harapan besar kita gantungkan pada kegiatan konservasi ex-situ.

Menurut Koes Saparjadi, dalam hal ini adalah kegiatan penangkaran jenis flora dan fauna agar Indonesia mampu mempertahankan reputasinya sebagai negara yang memiliki kekayaan mega biodiversity dunia.

“Saya pribadi sangat menghargai jerih payah para penangkar yang dengan usaha sendiri belajar menangkarkan berbagai jenis satwa yang tadinya tidak diketahui metode penangkarannya,” tandasnya.

Mungkin kita masih ingat kasus Pak Surat di Ponorogo, kata Koes Saparjadi, yang dengan tekun belajar sendiri menetaskan dan menangkarkan merak sehingga berhasil. Kegiatan seperti inilah yang harus dibina dan difasilitasi oleh pemerintah sehingga kegiatan penangkaran oleh masyarakat ini bisa berkembang secara luas.

“Karena keaneka ragaman hayati Indonesia antara lain tergantung pada keberhasilan penangkaran jenis ini,” .

Dia mengatakan bahwa pemeliharaan satwa secara individu, memelihara jantan saja atau betina saja bisa mendorong kepunahan tapi penangkaran akan justru mengembang biakkan jenis.

“Apa bila penangkaran maju bukan tidak mungkin akan memperpendek daftar binatang yang dilindungi,” tambahnya.

Bahkan, lanjut Koes Saparjadi, bila kita bisa meningkatkan populasi, dihabitatbya akan bisa menurunkan appendix CITES dari beberapa jenis satwa kita. Bahkan bisa mengeluarkannya dari daftar appendix.

“Kegiatan penangkaran justru membantu misi konservasi. Yang perlu diawasi adalah kegiatan perdagangan, terutama export yang diambil dari habitat,” pungkasnya.

Terpisah, komentar lanjutan juga datang lagi dari Singky Soewadji, pemerhati satwa liar yang sempat menjadi saksi ahli dipersidangan kasus Lau Djin Ai alias Kristin dengan dakwaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990.

Menurut dia, kasus CV Bintang Terang milik Kristin di Jember ini sedikit mirip dengan kasus Holiday Circus milik almarhun Yuan Farichai.

“Saat manggung di Delta Plaza (sekarang Plaza Surabaya) ijin sudah lama mati, tapi punya Surat Angkut Tumbuhan dan Satwa – Dalam Negeri (SATS – DN) yang expirede tidak jelas,” katanya.

Singky juga mengaku jika dirinya telah berkoordinasi dengan Kuspriyadi yang saat itu Kepala BKSDA Jatim I (sekarang bergabung jadi BBKSDA Jatim), dan Dirjen PHKA (sekarang KSDAE) kala itu dijabat oleh Koes Saparjadi .

“Yuan Farichai ditangkap dan ditahan di Polsek Genteng, satwa disita dan dititipkan di KBS hingga sekarang. Sejak saat itu Holiday Circus bubar dan tidak pernah bisa perpanjang dan urus ijin baru hingga Yuan Farichai meninggal beberapa tahun lalu. Apakah nasib penangkaran CV Bintang Terang milik Kristin akan seperti itu,” tanyannya.

Singky mengaku jika dirinya melihat ada dua kemungkinan yang seperti itu, walau sebenarnya kasus CV Bintang Terang tidak bisa disamakan aple to aple dengan kasus Holiday Circus.

“Secara kasus, CV Bintang terang kasusnya tidak separah kasus Holiday Circus. Tapi secara kemungkinan, kasus CV Bintang Terang jauh lebih memungkinkan satwanya disita kembali menjadi milik negara,” paparnya.

Dia juga mengatakan, jika ada dua alasan dan celah besar untuk menyita satwa tersebut, baik dari segi yuridis maupun formal. Dari sisi putusan pengadilan sangat berpeluang untuk disita, demikian pula dari sisi administrasi dan pembinasn di KLHK.

“Apa lagi kondisi Gakkum KLHK sedang syawat tinggi, lagi kencang-kencangnya hingga terkesan ngawur, Jadi, upaya hukum Bu Kristin di pengadilan saat ini hanyalah membebaskan diri dari kasus pidana saja.” imbuhnya.

Dia berpendapat jika tidak bisa atau belum ada upaya menyelamatkan aset satwa dari kemungkinan disita mrnjadi milik negara kembali.

“Kalau ini terjadi, maka upaya dan jerih payah merintis selama lebih dari 15 tahun jadi sia-sia hancur begitu saja,” sergahnya.

Diketahui, bahwa Pengadilan Negeri Jember telah beberapa kali menggelar sidang kasus Lau Djin Ai alias Kristin dengan dakwaan telah melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam sidang perdana Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwan yang isinya menjerat Lau Djin Ai alias Kristin dengan Pasal 40 ayat (2) Jo. Pasal 21 ayat (2) huruf a dan huruf e. Dan hingga saat ini sidang telah digelar tujuh kali.

Kristin didakwa telah dengan sangaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup, dan mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memilik telur dan atau sarang satwa yang dilindungi. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *