SURABAYA (Suarapubliknews) – Penangkaran satwa jenis burung dilindungi CV Bintang Terang yang saat ini sedang menghadapi persoalan hukum di Pengadilan Jember, sepertinya bakal bisa eksis kembali.
Betapa tidak, semua ijin CV Bintang Terang yang saat ini telah habis masa berlakunya, karena Ibu Kristin sebagai owner menjadi tahanan Kejaksaan, dalam waktu dekat akan kembali mendapatkan semua perizinannya.
Kabar ini disampaikan Pendeta Rahmat (keponakan terdakwa Kristin-red), bahwa dirinya telah mendapatkan Nomor Induk Berusaha dengan no reg 9120008341196.
Tidak hanya itu, CV Bintang Terang juga telah mendapatkan ijin via sistem OSS tentang penangkaran tumbuhan dan satwa liar.
Dalam surat tersebut, tercantum kalimat, dengan telah dimilikinya usaha berdasarkan komitmen (belum efektif) maka perusahaan dapat melakukan kegiatan sebagaimana diatur pada pasal 38 PP 24/2018.
Menanggapi kabar ini, Barita Olan Manullang pemerhati satwa liar senior asal Jakarta yang sempat aktif di WWF Indonesia, mengatakan bahwa dengan terbitnya surat dari KSDAE ini, maka perusahaan milik Ibu Kristin sudah bisa melakukan aktivitas dan kegiatan seperti sebelumnya
“Utamanya terkait nasib dan keberadaan ratusan burung satwa yang saat ini dijadikan barang bukti oleh Kejaksaan dan Pengadilan,” ucap Barita kepada media ini. Rabu (20/03/2019)
Bahkan Barita juga berpesan agar BBKSDA Jatim dan KSDA Jember untuk bisa menerima kenyataan, bahwa peran masyarakat terhadap satwa dilindungi dengan membuat usaha penangkaran wajib didukung dan diayomi.
“Saya memang bukan penangkar, tetapi berdasarkan referensi buku tentang satwa yang saya baca, saya merasa kecewa sekaligus miris. Salah satunya soal burung Cendrawasih, ternyata penulisnya orang luar, dan penangkarannya juga ada diluar sana, padahal jenis burung itu asli Indonesia,” tuturnya.
Masih kata Barita, satwa yang ditangkarkan CV Bintang Terang itu jenis yang dilindungi yang tentu membutuhkan penanganan khusus, mulai dari infrastruktur, pakan dan pemeliharaannya.
“Setahu saya, satwa hasil penangkaran itu tidak bisa dengan mudah dilepas liarkan, jadi aparat hukum harus memahami itu, dan BKSDA juga wajib memberikan pemahaman itu demi kelestarian ratusan satwa itu,” tandasnya.
Komentar tegas sekaligus pedas disampaikan Singky Soewadji usai mendapatkan info soal telah didapatkannya no reg SIB dari KSDAE.
“Ini juga menjadi bukti sekaligus mematahkan pernyataan Niken sebagai saksi ahli dari KSDAE di persidangan, kalau ijin mati itu pidana, buktinya instansinya Niken bisa mengeluarkan itu, artinya bukan pidana kan, karena kalau ya, tentu tidak bisa didapatkan surat itu,” tuturnya. (q cox)