SIDOARJO (Suarapubliknews) – Wakil Bupati Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin berharap kepada para awak media dalam melakukan tugasnya bisa memotret kondisi yang sebenarnya.
“Potretlah keadaan yang sebenarnya, jangan sampai media lebih senang melukis. Jika senang melukis tidak akan bisa mengontrol program pembangunan pemerintah dengan baik dan transparan,” kata Nur Ahmad.
Pernyataan ini disampaikan Wakil Bupati Sidaorjo, Nur Ahmad Syaifuddin saat diminta untuk memberikan pengarahan kepada awak media, pada acara pengukuhan kepengururan Forwas (Forum Wartawan Sidoarjo) pada periode 2019-2021, Rabu (24/4/2019) kemarin.
Cak Nur-sapaan akrab Nur Ahmad Syaifuddin, juga menyarankan kepada wartawan agar jangan terlalu dekat dengan kekuasaan, namun juga jangan terlalu jauh dengan kekuasaan. Alasannya, jika terlalu dekat dengan kekusaan akan menyajikan berita-berita yang bagus dan yang manis, sehingga tidak ada kontrol yang baik.
“Kalau dipuji terus, dan tidak mendapatkan kontrol yang sebenarkan tidak akan menemukan kelemahannya. Begitu juga kalau terlalu jauh, bahkan menyanjung maka juga tidak akan bisa memberikan kontrol dengan baik,” katanya.
Oleh karenanya Cak Nur berharap, dalam menulis pemberitaan, awak media bisa memotret dan menyajikan seperti apa adanya.
“Ditulis apa adanya, jika jelek ditulis jelek, jika baik ya ditulis baik, sehingga media bisa menjadi rujukan pemerintah dalam pembangunan,” tandasnya.
Tetapi, lanjut Cak Nur, kalau wartawan senang melukis, yang namanya melukis bisa dibuat dengan sesuka hatinya. Kondisi ini jangan sampai terjadi pada awak media.
Sebelum pengukuhan, terlebih dahulu digelar seminar Tangkal Hoaks dengan narasumber Kapolresta Sidoarjo, Kombespol Zain Dwi Nugroho, Dosen Umsida Surya Winata dan GM Telkom Sidoarjo Putro Dewanto.
Mengawali diskusi, Putro Dewanto mengupas tentang makna hoaks dan bagaimana fenomena saat ini terjadi. ”Hoaks itu berita bohong. Motifnya beragam. Antara lain, kepentingan politik, kepentingan ekonomi dan sentimen sosial (SARA),” tuturnya.
Hal senada juga dikatakan Surya Winata, bahwa Hoaks memiliki ciri provokatif, bias, sumber tidak jelas dan biasanya ada perintah untuk bantu viralkan.
“Hoaks tidak menyasar satu kelompok saja. Tapi semua pihak. Dari atas sampai bawah,” kata Winata..
Sesuai pengalamannya, pada grup kerjanya ada yang menyebar info Hoaks. ”Alquran dari penerbit ini ada yang salah, terjemahnya keliru,” ceritanya.
Namun, saat dikonfirmasi ke penerbit, ternyata Hoaks. Pihak penerbit sudah terverifikasi dan bisa membuktikan jika benar. ”Yang saya lakukan itu menelusuri,” jelas dosen informatika itu.
Sementara itu, Kombespol Zain, dalam diskusi kemarin menyebut adanya kepuasan menyebarkan pertama kali. ”Padahal yang pertama menyebarkan itu yang jadi tersangka,” kata Zain.
Saat ini Polisi menjadi pertahanan terakhir untuk penegakan Hoaks ini. ”Sidoarjo ada Delta siap. Siapapun bisa melapor 24 jam dan direspon. Tidak perlu datang ke Polres langsung,” kata Zain. (q cox, NH)