Hukrim

Dukung Penghapusan Pidana Bagi Pemadat, EJA: Narkoba, Lebih Bahaya Kebijakannya Ketimbang Efeknya

55
×

Dukung Penghapusan Pidana Bagi Pemadat, EJA: Narkoba, Lebih Bahaya Kebijakannya Ketimbang Efeknya

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Negara direkomendasikan mengambil alih tata kelola peredaran gelap narkoba, berikut yang ditekankan Empowerment and Justice Action (EJA) pada kampanye yang diberi tema ‘Support Dont Punish’, yang digelar di Hotel 88, Kedungsari Surabaya, Kamis (25/7/2019).

Pendiri EJA, Rudi Wedhasmara kepada media mengatakan tujuan kampanye ini menyerukan bahayanya perang terhadap narkotika. “Bahaya terhadap upaya memerangi narkotika selain menyedot banyaknya anggaran juga berdampak terhadap masalah sosial dan penyakit dalam masyarakat dan yang tak kalah pentingnya adanya pelanggaran HAM saat proses penegakan UU itu sendiri,” terang Rudi.

Kampanye ini memiliki pesan, bagaimana pengendalian narkotika ini untuk tidak diserahkan pada pasar gelap, tapi diambil alih oleh negara. Baik sejak proses produksi, distribusi, peredaran hingga tahap konsumsi.

“Masalahnya, saat ini peredaran narkotika diserahkan ke pasar gelap dan yang diuntungkan adalah bandar dan para gembong narkoba,” beber Rudi.

Yang kedua, harapan dari kampanye ini, pelaku tindak pidana penyalahgunaan narkoba tidak dipenjarakan. “Bahwa alternatif penghukuman tidak selalu penjara. Tapi cenderung lebih sangsi sosial, jadi punishment nya lebih manusiawi,” harapnya.

Ketiga, upaya penghapusan hukuman mati terhadap pengguna narkoba. “Faktanya saat ini penerapan hukuman mati terhadap 300 orang ternyata tidak mengurangi peredaran gelap narkoba. Artinya penghukuman berat tidak menghentikan peredaran gelap, malah semakin membuat mahal komoditi narkotika. Semakim mahal kembali yang diuntungkan adalah produsen, gembong dan bandar narkoba,” bebernya.

Kampanye juga berharap penanggulangan penyalah gunaan narkotika melalui cara pendekatan dengan masyarakat melalui pelayanan kesehatan, salah satunya rehabilitasi dan layanan sosial.

“Jadi tidak ada istilah pengguna maupun pemakai narkoba, tapi istilahnya sebagai konsumen. Memang, penggunaaan zat narkoba memang berbahaya, tapi lebih berbahaya dampak dari kebijakan perang terhadap narkoba ini sendiri,” tambahnya.

Masih Rudi, berdasarkan temuan di lapangan, tidak ada masalah yang ditimbulkan secara signifikan terhadap pengguna narkoba dalam kehidupan kesehariannya.

“Mereka tetap bisa efektif dan produktif, namun masalah besar baru timbul saat mereka tertangkap aparat untuk menghadapi kebijakan narkotika. Hancur semua, karirnya, keluarganya dan keuangannya. Jadi yang lebih berbahaya adalah kebijakannya itu sendiri,” beber Rudi.

Menurut EJA, sikap Indonesia terhadap narkoba masih abu-abu. Satu sisi narkoba dilarang, sisi lain pasar gelap dibiarkan. Jika narkoba dilarang, maka pasar gelap yang mengeruk keuntungan dari para konsumen narkoba. Selain itu, korban yang merupakan konsumen juga akan terus berjatuhan, penjara-penjara akan penuh dan akhirnya membebani negara.

Sebagai upaya serius mengkampanyekan gerakan ini, diterbitkan buku “Menggugat Perang Terhadap Narkoba” yang ditulis Patri Handoyo. Mengapa? Berangkat dari proses amandemen Undang-undang Narkotika dan Psikotropika RI 2007 dalam legislasi nasional 2004-2009 yang intinya kebijakan yang dibuat tidak hanya memuat pendekatan pidana bagi konsumen Napza melainkan lebih mengedepankan pendekatan Hak Asasi Manusia (HAM).

Di satu sisi pengambil alihan tata kelola peredaran gelap narkoba oleh negara agar bukan berarti negara melegalkan penggunaan narkoba secara bebas, melainkan lebih kepada mengatur dan mengendalikan tindak-tindak kriminalitas yang muncul akibat perang pasar gelap penggunaan narkoba.

Buku tersebut banyak menguraikan alasan ilmiah tentang pentingnya negara melakukan pengendalian narkoba. Contoh lain, ialah peraturan soal minuman keras yang dituangkan dalam berbagai perda di daerah di Indonesia. Di Indonesia kalau perda-perda miras tidak direvisi akan menimbulkan korban-korban miras oplosan. Kebijakan yang bersifat pelarangan akan menimbulkan dampak lebih buruk dalam mengkonsumsi zat ini.

Tidak banyak yang memahami apa yang dimaksudkan penulis dalam memahami perang terhadap narkoba dan pengendalian narkoba oleh pemerintah. Karena dua sisi ini ibarat dua sisi mata uang yang satu sama lain saling berkaitan. (q cox)

Foto: Tampak diskusi bertajuk “Pojok Dialog Jurnalis, mengupas Upaya Pemerintah dalam Penanggulangan Narkoba sebagai upaya Kampanye Support Don’t Punish di Surabaya” yang diselenggarakan EJA bersama para jurnalis dari berbagai organisasi wartawan di Surabaya, Kamis (25/7/2019).

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *