SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya terus mematangkan desain dan konsep fasilitas kedokteran nuklir di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Bhakti Dharma Husada (BDH). Bahkan, pemkot sudah menargetkan tahun 2020 nanti, rumah sakit itu sudah dilengkapi fasilitas tersebut.
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan menurut data selama ini, pasien-pasien yang membutuhkan penanganan selalu keluar kota, terutama pasien penyakit kanker.
Sebab, di Surabaya hanya ada di RSU Dr Soetomo. Makanya, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini meminta Dinkes untuk menyediakan fasilitas kedokteran nuklir ini demi warga Kota Surabaya.
“Itu lah mengapa kita buat kedokteran nuklir ini, supaya warga Surabaya tidak perlu keluar kota untuk mendapatkan pelayanan ini,” kata kata Feni-sapaan Febria Rachmanita saat jumpa pers di kantor Humas Pemkot Surabaya, Rabu (23/10/2019).
Menurut Feni, jumlah pederita penyakit kanker payu darah tahun 2018 mencapai 5.635 jiwa. Kemudian tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 3.896 jiwa. Di samping itu, penyakit tertinggi setelah kanker adalah hiperteroid dan keganasan liver.
“Penyakit semacam ini dapat di terapi menggunakan kedokteran nuklir, sehingga ini sangat penting untuk warga Kota Surabaya,” imbuh dia.
Ia memastikan, pembangunan fasilitas kedokteran nuklir ini sudah berkoordinasi dengan berbagai pihak. Bahkan, dalam setiap prosesnya selalu didampingi oleh pihak kepolisian, kejaksaan, tim ahli nuklir, akademisi dan Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN).
“Jadi, kami tidak sendirian, karena didampingi oleh para ahlinya langsung. Termasuk terkait dengan alur layanan nuklir di RS BDH. Jadi, pelayanan ini sudah pasti aman dan tidak ada dampak untuk masyarakat di sekitar rumah sakit,” tegasnya.
Sementara itu, Ahli kedokteran nuklir RSUD dr Soetomo dr Stepanus Massora SpKN yang nantinya akan menjadi dokter di BDH itu mengatakan kedokteran nuklir ini tidak hanya untuk mengobati penderita kanker saja. Pasalnya, setiap penyakit kanker itu memiliki cara terapi yang berbeda-beda.
“Nah, ada salah satu penyakit kanker itu hanya bagus pengobatannya dengan kedokteran nuklir. Salah satunya adalah kanker payu darah,” kata Stephanus.
Ia menjelaskan, nantinya teknis pengobatannya juga berbeda-beda tergantung jenis kankernya. Ada yang diminum, disuntikkan, dan ada pula yang dihirup. “Jadi, cara penanganan setiap kanker itu berbeda-beda. Teknisnya pun berbeda-beda,” imbuhnya.
Sementara itu, Kabid Bangunan Gedung Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman Cipta Karya dan Tata Ruang (DPRKP CKTR) Iman Krestian mengatakan fasilitas nuklir ini akan dibangun di gedung sebelah selatan. Gedung tersebut akan dirobohkan untuk fasilitas tersebut
“Nanti akan dibangun tiga lantai. Lantai satu di bawah tanah atau basement dan dua lantai lainya di atas permukaan tanah. Tiap lantai luasnya 800 meter persegi, jadi kalau tiga lantai total luasnya 2400 meter persegi,” kata Iman.
Ia menjelaskan, saat ini pihaknya terus mematangkan basic desain dan hal-hal yang diperlukan untuk proses lelang. Iman juga memastikan bahwa proses lelangnya nanti juga akan diproses dengan khusus, pasalnya nanti hanya akan memberikan basic desain, mengutarakan apa saja yang diinginkan oleh pemkot, perkiraan biaya dan anggaran yang disiapkan oleh pemkot.
“Jadi, nanti yang mendesain adalah kontraktornya sendiri berikut pengerjaannya,” ujarnya.
Iman menambahkan, sesuai rencana lelang proyek ini akan dilakukan pada akhir tahun untuk manajemen konstruksi (MK)-nya. Selanjutnya, sekitar Bulan Februari kontraktor lelang dan pada Bulan April sudah ada kontraktor pelaksananya. Kemudian pada Bulan Mei atau Juni sudah bisa dimulai pelaksanaan konstruksinya.
“Kalau semuanya lancar, insyallah kami targetkan Desember 2020 sudah bisa digunakan. Apalagi pengadaan peralatannya nanti paralel, sehingga sama-sama jalan,” pungkasnya. (q cox)