Politik

Terancam Diusir Pelindo, Warga Tanjung Perak Surabaya Wadul Dewan

53
×

Terancam Diusir Pelindo, Warga Tanjung Perak Surabaya Wadul Dewan

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Sejumlah perwakilan warga wilayah Tanjung Perak Surabaya yang tergabung dalam Forum Perjuangan Warga Pemilik Bangunan di Perak (FPW-P) Surabaya, mengadukan nasibnya ke DPRD Surabaya.

Langkah ini sebagai lanjutan setelah terjadi eksekusi sepihak yang dilakukan oleh Pelindo Cabang Tanjung Perak Surabaya terhadap rumah tinggal milik Santoso (alm) di Jl Perak Timur no 300 Surabaya, dengan alasan tidak pernah lagi membayar uang sewa Hak Pengelolaan Lahan (HPL) selama lebih dari 10 tahun.

M Anwar wakil ketua FPW-P mengatakan jika pihaknya ingin meminta keadilan melalui para wakil rakyatnya di DPRD Surabaya, karena merasa menjadi bagian dari warga Kota Surabaya dengan bukti KTP yang telah didapatnya selama puluhan tahun.

“Kami mengadukan persoalan eksekusi sepihak dan tindakan kesewenang-wenangan yang dilakukan oleh Pelindo Cabang Surabaya, karena telah melakukan eksekusi tanpa melalui proses hukum sebagaimana mestinya, sementara sesuai UU, Pelindo tidak memiliki kewenangan terhadap kepemilikan lahan tersebut, karena Pelindo hanya sebagai operator,” ucapnya, Senin (14/11/2016)

Mantan anggota Komisi A DPRD Surabaya ini juga menegaskan bahwa ekseskusi yang dilakukan oleh Pelindo terhadap lahan yang saat ini menjadi pemukiman warga adalah liar, karena tidak didasari oleh putusan pengadilan.

“Pelindo sudah banyak melakukan eksekusi liar karena sepihak, alasan bahwa kami tidak membayar uang sewa HPL itu juga sumir, karena sesuai UU tidak ada hak {elindo untuk menarik uang sewa HPL, sebaliknay kami juga tidak akan membayarnya, kecuali kepada negara, karena lahan ini statusnya tanah negara,” tandasnya.

Tidak hanya itu, kader partai Demokrat ini juga menyampaikan bahwa selama menjadi warga Kota Surabaya di wilayah Tanjung perak, dirinya belum pernah melihat adanya perhatian Pelindo terhadap warga, termasuk infra struktur, fasus dan fasosnya.

“Saya ini lahir di Teluk Nibung Tanjung Perak, jadi saya tau persis seperti apa Pelindo, yang membangun semua infra struktur, fasum dan fasos di tempat kami itu adalah pemkot Surabaya, bukan Pelindo, dan kami adalah warga Kota Surabaya, oleh karenanya kami minta agar pemkot Surabaya juga turut membantu terkait pembebasan lahan kami agar dimasukkan dalam program sertifikasi yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah pusat, dengan Kota Surabaya sebagain pilot project nya,” pungkanya.

Untuk diketahui, warga yang saat ini menempati lahan di kawasan pelabuhan tanjung perak Surabaya untuk tempat tinggalnya memang sudah tidak lagi bersedia membayar uang sewa Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang di klim Pelindo III, tepatnya sejak tahun 1998 hingga sekarang.

Alasannya, warga telah mengetahui jika ternyata Pelindo tidak mempunyai kewenangan atas lahan, apalagi untuk menarik hak sewa kepada warga. Yang dasar hukumnya adalah sebagai berikut:

1.    UU no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, yang menerangkan bahwa Pelindo tidak berhak sepenuhnya atas lahan tersebut, karena hanya sebagai operator

2.    PP no 61 tahun 2009 tentang kepelabuhan, yang menerangkan bahwa penggunaan wilayah daratan dan perairan sebagai lokasi pelabuhan ditentukan oleh Menteri sesuai dengan rencana induk pelabuhan nasional.

3.    Permenhub no 35 tahun 2013, tentang organisasi dan tata kerja kantor otoritas pelabuhan utama. Maka kantor otoritas pelabuhan utama yang mempunyai tugas melaksanakan pengaturan, pengendalian dan pengawasan kegiatan kepelabuhanan.

4.    Permenhub no PM 23 tahun 2015, tentang peningkatan fungsi penyelenggaraan pelabuhan pada pelabuhan yang diusahakan secara komersial

5.    Permenhub no 51 tahun 2015, tentang penyelenggaraan pelabuhan laut, menerangkan bahwa otoritas pelabuhan yang maksud pada ayat (1) mempunyai tugas dan tanggung jawab menyediakan lahan daratan dan di perairan pelabuhan

Atas dasar diatas, Forum Perjuangan Warga Pemilik Bangunan di Perak Surabaya (FPW-P) membuat kesimpulan sebagai berikut:

1.    Negara tidak menyewakan tanah (penjelasan pasal 44 UU pokok agraria tahun 1960)

2.    Pemberian hak atas bagian-bagian tanah HPL

3.    Pemberian HPL atas nama Perum pelabuhan III Surabaya, berdasarkan Keputusan Mendagri

4.    Diatas HPL adalah SHGB atau hak pakai

5.    HPL dapat diberikan sepanjang sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya berkaitan dengan pengolahan tanah

6.    Pemberian HPL atas nama Perum pelabuhan III (Pelindo III) Surabaya dibatalkan berdasarkan pasal 90 dan pasal 93 UU no 17 tahun 2008 tentang Pelayaran

7.    HPL tanah negara oleh PT Pelindo III Tanjung perak Surabaya, tidak dapat dimasukkan sebagai aset yang termasuk kekayaan negara, yang dipisahkan karena sudah batal/cacat demi hukum.

Artinya, Hak Pengelolaan Lahan yang diberikan Pelindo III kepada warga ternyata dinilai tidak mempunyai kekuatan hukum alias sumir. Apalagi prosesnya hanya dilakukan pencatatan sepihak oleh Pelindo yang kemudian didafarkan ke notaris. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *