SURABAYA (Suarapubliknews.net) –Kekecewaan pendukung Persebaya 1927 terhadap kongres PSSI yang berlangsung hari ini Kamis (10/11/2016) di Jakarta, sepertinya akan terus berlangsung karena Persebaya tidak dibahas dalam Kongres PSSI.
Semalam, pendukung Persebaya 1927 yang lazim dengan sebutan suporter Bondo Nekad (BONEK) ini benar-benar melampiaskan kekecewaannya dengan melakukan aksi turun jalan, bahkan sampai terjadi aksi penutupan akses jalan di depan gedung negara Grahadi selama beberapa menit.
Jika kondisi ini terus berlangsung, maka bukan tidak mungkin akses di beberapa ruas jalan utama yang ada di Kota Surabaya terancam lumpuh. Apalagi beberapa oknum suporter mulai melakukan pengrusakan beberapa fasilitas umum seperti taman, rambu lalin dan tong sampah di pedestrian.
Terkait situasi ini, Vinsensius Awey anggota Komisi C DPRD Surabaya mengaku sangat prihatin sekaligus menyayangkan atas insiden yang terjadi. Sebagai wakil rakyat, Awey meminta kepada Pemkot Surabaya beserta jajaran samping untuk saling bahu-membahu melakukan antisipasi persuasif.
“Jika terkait tindakan pengrusakan, tentu Pemkot Surabaya sudah harus segera menggandeng jajaran aparat terkait untuk melakukan antisipasi, yang tentu dengan cara-cara yang persuasif, karena hal ini juga menyangkut warga kota Surabaya juga,” tanggapnya, Jumat (11/11/2016)
Lanjut Awey, Pemkot Surabaya tidak bisa hanya mengacu kepada aturan Perda jika memang tindakan yang dilakukan sudah merupakan ranah pidana. Serahkan persoalan itu kepada pihak yang berwenang.
“Dengan aturan Perda yang sudah ada saja, buktinya tidak mampu membuat efek jera terhadap para oknum yang menjadi pelaku pengrusakan, maka satu-satunya cara Pemkot harus segera menggandeng jajaran samping terkait,” tandasnya.
Politisi partai Nasdem ini menyarankan, agar Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) Kota Surabaya bersatu padu untuk membuat skema atau pola sistem pengamanan terpadu dalam rangka menjaga keamanan Kota dan aset milik negara.
“Kan bisa dengan cara melokalisir massa, lantas disiapkan transportasi, dan kemudian mereka dikawal secara tertib agar bersedia menggunakan fasilitas yang disiapkan dengan tujuan agar tidak ada yang liar dan berseliweran dibeberapa tempat saat bubaran, karena jika tidak maka akan muncul kembali insiden seperti tadi malam,” sarannya.
Tidak hanya itu, Awey juga mengaku sangat prihatin dengan kabar soal insiden yang dialami beberapa reporter media dilapangan saat melakukan tugas liputan aksi Bonek Surabaya turun jalan tadi malam (10/11/2016).
“Kami mengecam tindakan-tindakan seperti ini, karena bagaimanapun juga jurnalis mempunyai kebebasan yang dilindungi UU dalam melakukan tugas liputannya, maka supremasi hukum harus ditegakkan,” tukasnya.
Masih Awey, kita semua mengerti bahwa aparat di lapangan itu sedang menjalankan tugas pengamanan, oleh karenanya jangan justru menimbulkan persoalan baru yang mestinya tidak perlu terjadi, maka pimpinan institusi ini harus bertanggung jawab.
“Pimpinan insititusi Polri di Kota Surabaya harus bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh anggotanya terhadap reporter yang sedang melakukan liputan di lapangan,” tegasnya.
Masih Awey, caranya bagaimana, tentu mereka (Kepolisian-red) sudah mengetahui bagaimana tahapan dan cara penindakannya.
“Dan ingat, kejadian seperti ini bukan hanya sekali terjadi, harusnya sudah tidak boleh terjadi lagi, karena sebenarnya antara Polisi dan Jurnalis bisa menjadi mitra yang baik, karena sama-sama menjalankan tugasnya, jadi harus bisa saling menghormati profesi masing-masing,” pungkasnya. (q cox)