SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Pada tahun 1996, Pemkot Surabaya membuat keputusan bahwa bangunan yang pernah digunakan oleh Bung Tomo sebagai rumah radio perjuangan telah mengalami perubahan (tidak asli lagi) pada saat ditetapkan sebagai benda Cagar Budaya sesuai dengan SK Walikota Surabaya No : 188.45/251/402.1.04/1996.
Agar segera mendapatkan solusi dan tidak menjadi polemik yang berkepanjangan, Pemkot Surabaya memilih untuk menggelar diskusi terbuka. Dengan demikian pemkot bisa mendapatkan masukan dari berbagai pihak.
Sebelumnya Walikota Surabaya, Tri Rismaharini memang mengakui jika ada beberapa kendala yang dihadapi pemerintah kota dalam mewujudkan rencana revitalisasi bangunan cagar budaya tersebut. Diantaranya sulitnya mencari referensi gambar bangunan.
Vinsensius Awey anggota DPRD Surabaya memang menjadi satu-satunya wakil rakyat yang hadir dalam diskusi yang digelar di Gedung Majapahit Pemkot Surabaya. namun kehadirannya cukup bisa membawa arah diskusi semakin realistis.
Politisi asal partai Nasdem ini berpendapat, harusnya untuk memberikan penilaian terhadap bangunan cagar budaya di jl Mawar, tentu tidak bisa mengacu kepada UU Cagar Budaya yang baru, harusnya menggunakan UU yang lama, yang dahulu dipakai sebagai acuan.
“Jujur saya juga bingung dengan paparan para nara sumber itu, karena mereka hanya menyampaikn soal sejarah bangunan itu, sementara yang lainnya hanya berkutat pada UU Cagar Budaya yang baru, mereka lupa jika pada saat penetapan bangunan sebagai Cagar Budaya, juga ada Undang-Undang sebelumnya sebagai dasar,” ucapnya, Kamis (29/6/2016)
Tidak hanya itu, Awey juga meminta kepada pemerintah (pusat-red) untuk segera membuat turunan Peraturan Pemerintah (PP) terkait UU Cagar Budaya yang baru. Karena dengan demikian pemerintah daerah bisa menjadikan acuan untuk pembuatan Perda yang baru juga.
“Dan yang harus diakui, kenapa selama ini pemerintah daerah tidak bisa berperan maksimal, karena turunan PP dari UU Cagar Budaya yang baru belum ada, padahal PP itu dibutuhkan sebagai acuan pembuatan Perda, yang tentu didalamnya akan ada perumusan soal pembiyaannya,” tandasnya.
Terkait bangunan cagar Budaya Jl Mawar, Awey mengingatkan bahwa status cagar budaya yang disandang tidak hanya pada bangunan nomer 10, tetapi juga nomor 12. Oleh karenanya, Pemkot harus segera mengambil alih kepemilikannya.
“Lahan jl Mawar itu tidak hanya nomer 10, tetapi juga ada nomer 12, dan dua-duanya harus diselamatkan, caranya, Pemkot harus segera membelinya, kemudian dibangun ulang, soal untuk apa dan bagaimana kajian dan designnya, itu belakangan, yang penting lahan itu diselamatkan dulu, karena saat ini hanya tinggal puing-puingnya,” terangnya.
Namun demikian, lanjut Awey, pemkot Surabaya juga diminta untuk intrspeksi diri dengan cara mengkaji ulang 163 bangunan kuno yang saat ini telah berstatus Cagar Budaya, agar tidak muncul persoalan yang sama dikemudian hari.
“Mengacu kepada kejadian jl Mawar, Pemkot Surabaya juga harus segera mengkaji ulang 163 bangunan kuno yang ada di Kota Surabaya, yang saat ini telah mendapat stempel Cagar Budaya,” pungkasnya. (q cox)