SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Ketua Pansus Raperda Organisasi Perangkat Daerah (OPD), Fatkhurrahman, menjelaskan bahwa dalam pembahasan yang mulai dilakukan telah mengerucutkan kepada isu-isu strategis.
Diharapkan isu-isu ini mampu menggambarkan kebutuhan strategis Pemkot Surabaya untuk memperbaiki kinerja dan manajemen birokrasi yang menjadi kewajibannya.
“Dalam dua pertemuan minggu ini, kami sudah mendapatkan beberapa isu startegis terkait oragnisasi pemerintahan di pemkot. Harapannya ini bisa memberikan arah yang tepat dalam pembahasan,” terangnya, Selasa(20/9).
Menurut Fatkhur, beberapa isu yang mengerucut adalah mengenai sistem perizinan , assessment center sumber daya manusia birokrasi, standardisasi staf ahli, kinerja asisten wali kota, serta tumpang tindih tupoksi beberapa SKPD.
Mengenai perizinan, lanjut Fatkhur, Pansus merekomendasikan restrukturisasi sistem perizinan yang fleksibel dan sederhana sehingga masyarakat bisa memanfaatkannya hanya dalm satu langkah.
Untuk itu, ujar anggota Fraksi PKS ini, mungkin pula diperlukan adanya badan khusus, baik berupa dinas atau kantor, yang menanganai perizinan secara satu atap atau bahkan satu jalur saja.
“Dalam pertemuan selanjutnya kami menginginkan agar Pemkot memberikan satu simulasi dan skema perizinan di Pemkot yanglebih komprehensif hingga bisa kitabahas sampai tuntas bagaimana bentuk dan alur perizinan ke depan agar memudahkan masyarakat,” terangnya.
Terkait ini pula , ujar Fatkhur, Pansus mendorong agar ada satu Perda Perizinan yang secara komprehensif mengatur alur dan kewenangan pembuatan perizinan.
Tentang usulan Pemkot untuk jumlah asisten wali kota, Fatkhur menjelaskan berdasarkan konsultasi dengan Kemendagri, keinginan untuk lima asisten dimungkinkan selama mendapat dukungan resmi dari Gubernur Jawa Timur.
“Untuk itu kami akan segera melakukan konsultasi dengan Biro Organisasi Pemprov jatim untuk membahas hal ini secepatnya,” terang Fatkhur.
Masalah usulan assessment center, diperlukan untuk menjawab reformasi birokrasi sehingga bisa trercipta, terdata kaspasitas SDM Pemkot yang mumpuni hingga dalam penempatannya dapat sesuai dengan kapasitas dan kebutuhan SKPDnya.
“Biar pelayanan publik dapat terselenggara dengan lebih optimal memang diperlukan SDM yang setidaknya secara tepat ditempatkan sesuai kapabilitasnya,” katanya.
Sedangkan terkait staf ahli, sekretaris Pansus Herlina Harsono Njoto menjelaskan di kesempatan yang sama , posisi ini perlu diberdayakan sehingga mampu memberi masukan kepada wali kota terkait kebijakan yang akan diambil.
Sementara masalah keinginan Pemkot agar ada lima staf ahli sementara PP 18/2016 mensyaratkan hanya tiga, Herlina menjelaskan Pemkot perlu memberikan alasan yang lebih terinci agar deskresi yang dilakukan bisa memiliki alasan yang ilmiah.
Namun sebelumnya, Adi Sutarwijono anggota Pansus OPD menyampaikan pendapatnya bahwa dibentuknya pansus OPD memang untuk memenuhi kemauan pemerintah pusat, tetapi seharusnya disesuaikan dengan kondisi suatu daerah.
“Karena hal ini sering kali tidak sinkron, makanya saya tidak sepakat dengan istilah perampingan, tetapi lebih ke penataan, artinya bisa ramping juga bisa sebaliknya yakni gemuk,” ucapnya, Senin (20/9/2016).
Tidak hanya itu, Awi-sapaan akrab Adi Sutarwijono- juga menyorot soal jumlah personal staf ahli dan asisten di Pemkot Surabaya, yang menurutnya tidak sesuai kuota.
“Jika sesuai aturan, staf ahli itu hanya berjumlah tiga, kenapa di Pemkot Surabaya ada lima, jangan-jangan hanya sebagai tempat penampungan PNS yang non job, demikian juga dengan asisten, mestinya hanya ada tiga, kenapa disini ada empat, dengan kelebihan ini, apa sisi manfaat bagi Pemkot,” ujar Awi. (q cox)