SURABAYA (Suarapubliknews) – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menggandeng Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA) dalam menciptakan tiga alat inovatif yaitu Disinfection Chamber, Portable Hospital (PORTAHOS), dan Portable Isolation Room dalam melakukan pencegahan serta penanganan virus Corona.
Wakil Rektor IV ITS Bambang Pramujati ST MScEng PhD mengatakan disinfeksi pada umumnya dilakukan pada suatu permukaan objek atau ruangan. Adapun penggunaan pada manusia pada aplikasi suatu bilik sangat perlu memperhatikan persyaratan keamanannya.
“Kadar dosis disinfektan dan lama pemaparan terhadap tubuh manusia wajib diperhatikan,” katanya.
Perlu ada perlindungan terhadap paparan pada mata dan saluran pernapasan (hidung dan mulut). Disinfection Chamber (Bilik disinfeksi) ini memiliki tiga metode yaitu metode semprot (spray), metode ozon, dan metode fogging (pengkabutan) seperti sauna.
Dalam metode semprot, digunakan cairan yang sekiranya tidak berbahaya dan tidak menimbulkan iritasi. Cairan ini sendiri diteliti oleh ahli-ahli kimia yang ada di ITS. Selanjutnya, untuk metode ozon sendiri, ITS mendapat pendampingan dari RSUA mengenai sebesar apa tingkat ozon yang bisa digunakan dan berapa lama orang tersebut bisa berada di dalam bilik.
Metode ketiga sendiri berupa pengkabutan, mirip dengan sauna sehingga orang yang memasuki bilik tidak akan basah dan diaktifkan dengan ultrasonik.
Bilik disinfeksi ini juga nantinya akan dilengkapi dengan teknologi tambahan berupa human thermal imaging yang bisa mendeteksi suhu tubuh seseorang. Adapun cara kerja dari alat pendeteksi suhu ini adalah dengan menggunakan sensor, sehingga seseorang yang memasuki bilik akan secara otomatis terdeteksi sebesar apa suhu tubuhnya.
“Misalnya, dua puluh detik di dalam bilik, nanti ada semacam citra dan kita bisa tahu berapa suhu tubuhnya,” ungkap dosen Teknik Mesin ini.
Akan tetapi, alat pendeteksi suhu ini belum bisa ada karena ITS dan RSUA harus menyiapkan terlebih dahulu bilik disinfeksi dengan matang.
“Ada human thermal imaging yang bisa mendeteksi temperatur seseorang, tetapi itu hanya tambahan, jadi dasarnya harus ada dulu,” terang Bambang.
Selain bilik disinfeksi, ITS dan RSUA juga mengembangkan portable hospital (PORTAHOS). PORTAHOS sendiri berbentuk seperti tenda, desainnya terinspirasi dari seni melipat kertas yang memiliki fleksibilitas, sekaligus kekokohan yang tercipta akibat tekukan-tekukan yang saling bertemu dan mendukung.
Konsep ini sesuai dengan karakter bangunan portabel yang praktis dalam operasionalnya (pasang-bongkar-angkut-simpan). PORTAHOS dibuat untuk mengantisipasi apabila jumlah pasien yang terkena virus corona melebihi kapasitas rumah sakit utama.
Desain dari PORTAHOS dipercayakan kepada Departemen Desain Interior ITS. Djoko Kuswanto ST MBiotech, Kepala Laboratorium Integrated Digital Design Departemen Desain Produk, menjelaskan bahwa pihak ITS sedang melakukan survei untuk mengetahui kondisi sebenarnya (existing) dari RSUA.
“Untuk memvalidasi kebutuhan, teman-teman kami nanti datang ke RSUA dan melihat kondisi sebenarnya di sana,” ungkapnya.
Alat ketiga berupa isolation portable room (ruang isolasi portabel). Hampir serupa dengan PORTAHOS, ruang isolasi portabel ini menekankan kepada efisiensi dan efektivitas dalam menerima pasien yang terdampak virus corona dan upaya melakukan karantina. Tipe ruang isolasi ini telah diatur berdasarkan Pedoman Teknis Ruang Isolasi, Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Tahun 2015.
Ruang Isolasi memenuhi kriteria cepat, mudah, dan berbiaya murah dan mengikuti pedoman teknis ruang isolasi. Ruang Isolasi ini berbasis struktur modul kontainer 20 kaki. Ruang isolasi portabel ini nantinya akan dikembangkan dengan aspek teknis eksterior dan interior, dan aspek teknis prasarana (HEPA filter, Antheroom, AC, Exhaust fan, pencahayaan). Tidak hanya dalam bentuk container, ruang isolasi portabel ini juga bisa berupa tenda.
Manager Riset dan Pengembangan RSUA Dr Anggraini Dwi Sensusiati dr SpRad(K) mengatakan ITS dan RSUA mengaku bahwa kebutuhan di lapangan sangat besar dan luar biasa, sehingga alat-alat seperti ini yang sangat genting untuk diproduksi.
Dalam menangani kasus corona ini saja, RSUA mendapatkan sekitar 1.000 pasien dengan persediaan yang terbatas. “Kami sangat mengutamakan juga perlindungan bagi tenaga medis,” tuturnya.
Sejak awal ITS dan RSUA sudah saling menginformasikan kebutuhan apa yang diinginkan. Keduanya menyambut dengan baik langkah progresif yang diambil ini.
“Sesuatu yang dikerahkan bersama-sama itu luar biasa bagus. Kontribusi untuk bangsa ini harus dari segala lini, dukungan semacam alat-alat seperti ini yang sangat kami butuhkan,” pungkas Anggraini.
Selain ketiga alat tersebut, ITS juga sudah memproduksi face shield dalam skala nasional dengan target 270.000 buah dan juga hand sanitizer yang nantinya akan didistribusikan secara gratis. (q cox, tama Dinie)