Jatim Raya

Apa Dampak Penerapan Omnibus Law Terhadap Buruh dan Lingkungan? Ini Paparan Okta Windya Ningrum

57
×

Apa Dampak Penerapan Omnibus Law Terhadap Buruh dan Lingkungan? Ini Paparan Okta Windya Ningrum

Sebarkan artikel ini

MALANG (Suarapubliknews) – Okta Windya Ningrum, mahasiswi Fisipol Jurusan ilmu pemerintahan Universitas Muhamadiya Malang, membuat paparan soal dampak penerapan Omnibus Law terhadap buruh dan lingkungan.

Karya tulisannya ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Perancanaan Pembangunan Pemberdayaan Masyarakat. Berikut adalah paparannya:

Judul: Orientasi Omnibus Law : Eksploitasi Buruh dan Lingkungan?

Omnibus Law masih menjadi permasalahan eksotis di Indonesia. Draft mengenai Undang-Undang sapu jagat ini dinilai tidak ada transparansi atas poin-poin yang ada didalamnya. Dalam perancangan draft Omnibus Law, nampaknya pemerintah tidak ingin melibatkan tangan dari civitas akademik maupun masyarakat. Pada awal perancangan saja, sudah muncul sentralisasi negara dan masyarakat kehilangan partisipasi dalam perancangannya. Presiden Joko Widodo juga mengatakan bahwa, adanya Omnibus Law ini bertujuan untuk menyederhanakan aturan-aturan yang menghalangi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Semua undang-undang yang dirancang berorientasi pada efisiensi dalam perkembangan ekonomi. Ada 3 hal yang disasar oleh pemerintah, seperti UU perpajakan, UU cipta lapangan kerja, dan UU pemberdayaan UMKM.

Omnibus Law sangat kontroversial bagi beberapa pihak atas munculnya substansi aturan seperti penyederhanaan perizinan berusaha, persyaratan investasi, ketenagakerjaan, administrasi pemerintahan, pengenaan sanksi, pengadaan lahan, kemudahan dan perlindungan UMKM, serta kemudahan proyek pemerintah dan kawasan ekonomi. Dengan substansi aturan seperti itu, akan memudahkan investor dari berbagai bidang (tidak hanya ekonomi saja) tanpa ada penghalang apapun. Indonesia di gadang-gadang akan mengulang Orde Baru jika benar akan mengesahkan Omnibus Law. Pada zaman Orde Baru, Presiden Soeharto yang saat itu berkuasa membuka liberalisasi perdagangan dan investasi yang menjadikan negara Indonesia bergantung pada investor dan modal asing.

Bagi investor dan pengusaha, aturan yang tertera di Omnibus Law menguntungkan karena pihak investor tidak perlu menanggung resiko dari apa yang dilakukan oleh pekerja. RUU Omnibus Law sangat kental dengan kepentingan investor, para pengusaha juga bisa mengurangi biaya produksi. Adanya Omnibus Law, pengusaha bisa berkelit karena pekerja tidak bisa lagi melaporkan perusahaan dengan jalur hukum karena sanksi yang di atur hanya sanksi adminsitratif.

Seperti isi dari Pasal 98 RUU Ciptaker memberikan kelonggaran bagi para pelanggar yang mendirikan usaha tanpa memiliki surat analisis dampak lingkungan, yaitu penghapusan sanksi pidana serta penghilangan atas pertanggungjawaban mutlak perusahaan terhadap kerusakan lingkungan. Disini, Omnibus Law membuka jalan untuk melakukan tindakan eksploitasi alam di tanah Indonesia demi kelancaran mengambil kekayaan tanah air. Suatu keanehan dalam Omnibus Law, jika Omnibus Law bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat namun isinya hanya mendorong demokrasi yang plagmatis belaka dan memang tidak diciptakan untuk berpihak kepada masyarakat.

Bagi pekerja (buruh), aturan didalam Omnibus Law sangat merugikan karena banyak hak buruh yang terabaikan. Seperti, dihapuskannya cuti-cuti penting: cuti haid dan melahirkan, kemudahan PHK, perluasan pekerjaan dengan sistem kontrak. Hal terberat yang membuat para pekerja (buruh) merasa dieksploitasi dengan aturan ini adalah adanya perubahan upah menjadi per jam yang membuat pekerja dinilai sebagai mesin produksi.

Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, juga mengatur mengenai Izin Lingkungan dan Analisis Dampak Lingkungan. Adanya Omnibus Law, secara langsung akan mengatur perizinan kembali dengan tujuan untuk memperpendek proses terbitnya izin investasi di Indonesia. Implikasi yang ditakutkan adalah pengabaian prosedur penerbitan perizinan yang sebenarnya dirancang untuk menjamin kelestarian lingkungan hidup. Omnibus Law juga akan memberikan tata ruang yang sewenang-wenang dan tendensi pengesampingan perlindungan kelestarian hidup oleh pelaku investor.

Dalam pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh investor pasti memerlukan tanah sebagai modal untuk bekerja. Contoh proyek startegis seperti : infrastruktur, transportasi, perumahan, pariwisata dll membutuhkan perizinan berupa : izin pelepasan kawasan, izin pinjam pakai kawasan hutan, izin lingkungan, IMB. Proses pemberian perizinan tersebut memerlukan waktu yang cukup lama dan biaya yang tidak murah, maka Omnibus Law hadir dengan harapan mampu memangkas proses, tanpa melihat kesesuaian kondisi tanah atau kawasan hutan dengan Rencana Tata Ruang Suatu Wilayah.

Maka, pemerintah perlu mengkaji Omnibus Law secara dalam dan menghormati Undang-Indang No.23 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Agar pembangunan ekonomi Indonesia tidak menyebabkan kerusakan lingkungan hidup dan alam yang mengancam kehdiupan manusia di bumi. Kerusakan lingkungan hidup dapat memberikan dampak langsung bagi kehidupan manusia, seperti resiko bencana alam. Kerusakan lingkungan hidup dapat berupa hilangnya sumber daya air, tanah, udara serta punahnya flora dan fauna.

Memang, banyak peraturan yang harus dirancang dan disahkan sesuai dengan perubahan zaman, karena tuntutan perubahan peraturan. Namun, peraturan dibuat untuk mengatur sesuatu yang berasal dari masyarakat atas dasar peningkatan kesejahteraan rakyat. Kesejahteraan rakyat tercipta adalah bukti demokrasi yang kuat. Pemerintah tidak perlu membuat aturan yang mengancam kelestarian lingkungan hidup dan manusia.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, perlu aturan hukum yang menjadi penyaring akan terjadinya kerusakan lingkungan hidup yang lebih parah. Instrumen lingkungan hidup yang berupa izin lingkungan dan memperketat perizinan. Memang instrumen lingkungan hidup dapat mempersulit kegiatan ekonomi, namun kita atau negara tidak boleh gagal dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup yang memiliki potensi kerugian ekonomi, contoh : Lapindo. Seharusnya perizinan seperti AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) diperkuat, bukan jadi sekedar pelengkap.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *