SURABAYA (Suarapubliknews) – Semenjak diberlakukannya pembatasan sosial akibat penyebaran coronavirus disease (Covid-19), sekolah-sekolah dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi mulai meniadakan kegiatan pembelajaran tatap muka di area sekolah.
Imbasnya, pihak sekolah harus memutar otak untuk melanjutkan proses pembelajaran. Dari seluruh tingkatan pendidikan, bisa dikatakan tingkat dasar yang mengalami tantangan paling berat. Hal ini karena di masa-masa emas anak harus banyak dididik secara langsung dengan sentuhan pengajar.
Mahasiswa doktoral (S3) Departemen Fisika Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Bayu Dwi Hatmoko SSi menciptakan aplikasi bernama Banana. Aplikasi ini memiliki kegunaan untuk mendukung pembelajaran matematika tingkat sekolah dasar yang bisa digunakan secara mudah melalui gawai.
“Akibat pandemi yang mengharuskan belajar dari rumah atau study from home (SFH), kakak saya mengeluhkan kesulitannya mendampingi putra-putrinya dalam pembelajaran, terutama matematika yang merupakan momok bagi pelajar,” katanya.
Melihat perkembangan zaman, Bayu mengamati bahwa anak seusia sekolah dasar cenderung tidak tertarik pada pembelajaran berbasis buku yang tekstual. Sebaliknya anak senang pada sesuatu yang interaktif, misalnya video permainan pada gawai. Dari sinilah muncul ide membuat aplikasi pembelajaran yang dinamainya Banana.
“Sambil menyelam minum air, sambil membuat aplikasi yang bermanfaat untuk anak-anak, sekaligus belajar pemrograman untuk diri saya sendiri,” tutur peraih beasiswa Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul (PMDSU) di ITS ini.
Terhitung baru sepekan ia belajar pemrograman, prototipe aplikasi Banana buatannya ini sudah memiliki empat menu yaitu perhitungan dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Tidak hanya itu, di setiap menunya dilengkapi lagi dengan submenu berdasarkan jenis angka yang dioperasikan yakni operasi bilangan bulat, operasi bilangan desimal, dan operasi pecahan.
Pada proses pembelajaran, anak tidak langsung bisa mengerjakan soal yang sulit. Sehingga perlu adanya tingkatan kesulitan dari soal yang mudah menuju yang sulit guna mendorong pemahaman konsep pada anak-anak. Menangani hal ini, Bayu menambahkan pilihan di tiap submenunya.
“Operasi bilangan tersebut saya pisahkan lagi dari operasi bilangan satuan, puluhan, ratusan, hingga ribuan,” imbuh lelaki yang juga bekerja di Laboratorium Fisika Teori dan Filsafat Alam (LaFTiFa) ITS tersebut.
Dari segi kebaruan, Bayu mengungkapkan tidak ada inovasi yang signifikan dari aplikasi serupa yang sudah ada sebelumnya. Mahasiswa yang sejak program strata hingga doktor menekuni bidang fisika ini menekankan bahwa tujuannya menciptakan aplikasi Banana ini adalah bentuk usaha produktif Bayu di tengah pandemi untuk meningkatkan kemampuan ilmu pemrogramannya.
Menurut lelaki yang menekuni teleportasi kuantum untuk disertasinya ini, walaupun sudah marak aplikasi serupa dengan aplikasi Banana miliknya tetapi proses pembuatan aplikasi tersebut berguna mengembangkan ilmu pengetahuannya. “Seseorang perlu melakukan proses dari awal, sehingga tidak ada missing informasi dari setiap teknologi yang kita gunakan,” terangnya.
Sementara ini, aplikasi Banana buatan Bayu belum bisa diakses oleh masyarakat luas karena belum dirilis secara resmi. Prototipe aplikasi ini masih akan dikembangkan lagi agar lebih interaktif dan menarik secara tampilan dan jika memungkinkan akan dikembangkan dengan penambahan materi matematika lainnya ke dalam aplikasi. Bayu berambisi untuk segera belajar mengenai cross platform, sehingga aplikasi buatannya bisa digunakan baik di Android, iOS, maupun Windows. (q cox, tama dinie)