BisnisJatim Raya

Aprkrindo Jatim: Taati Aturan PSBB, Pengusaha Resto Justru di ‘Anak Tiri’ kan

55
×

Aprkrindo Jatim: Taati Aturan PSBB, Pengusaha Resto Justru di ‘Anak Tiri’ kan

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Dunia Food and Beverage khususnya yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran (Apkrindo) Jawa Timur salah satu yang terdampak penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar.

Ketua Apkrindo Jatim, Tjahjono Haryono menuturkan, sejak adanya pandemi Covid-19 di Tanah Air, omzet penjualan kafe dan restoran di Jatim terus menurun akibat penerapan social distancing. Penurunan omzet penjualan ini kian drastis begitu pelaksanaan PSBB di Surabaya Raya.

“Kita (anggota Apkrindo Jatim, red) sudah mentaati aturan dalam PSBB, namun ternyata pengawasan di lapangan justru terkesan tebang pilih. Masih banyak restoran dan warung yang buka dan melayani pembeli makan di tempat, namun dibiarkan. Kita terkesan di-anak tiri-kan atau jadi korban kepatuhan,” katanya.

Seperti diketahui, Surabaya Raya yang meliputi Kota Surabaya, Kabupaten Sidoarjo, dan Kabupaten Gresik resmi melaksanakan PSBB dalam penanganan Covid-19 mulai 28 April hingga 11 Mei 2020. Karena dinilai belum mampu menekan angka pasien Covid-19, PSBB di Surabaya Raya dilanjutkan ke tahap 2 pada tanggal 12-25 Mei 2020.

Melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) nomor 16 tahun 2020 yang disesuaikan dengan Peraturan Gubernur (Pergub) nomor 18 tahun 2020 tentang PSBB di Surabaya Raya, sejumlah aturan ketat diterapkan, salah satunya usaha kuliner dilarang menyediakan layanan dine in (makan/minum di tempat), namun harus take away.

Menurutnya, harusnya pemerintah di daerah memberlakukan larangan yang sama kepada semua pelaku usaha kuliner. Apalagi, selama ini pengusaha yang menjadi anggota Apkrindo Jatim selalu mematuhi aturan, seperti membayar pajak dan menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit.

“Sejak adanya PSBB, omzet penjualan kami rata-rata anjlok tinggal sekitar 5-10 persen, karena hanya mengandalkan take away, bahkan beberapa outlet terpaksa ditutup dan merumahkan karyawan. Jadi, kondisi yang dihadapi sama. Pemerintah jangan hanya ‘kasihan’ kepada usaha kuliner skala kecil atau warung-warung, karena kita harus menanggung nasib banyak pekerja dan keluarganya,” jelas Tjahjono.

Ditegaskannya, kalau pemerintah dalam hal ini Pemprov Jatim atau Pemkot Surabaya berharap perekonomian tetap berumbuh, harusnya bijak dalam menerapkan aturan dan berlaku adil.

“Kita tak menuntut yang macam-macam. Permintaan kami, beri kesempatan usaha kafe dan restoran ini tetap buka dan melayani makan atau minum di tempat dengan dibatasi maksimal 50 persen dari kapasitas kursi karena physical distancing, dan untuk pemerintah pusat, juga stimulus pajak dan perbankan harusnya diperpanjang hingga 3 bulan ke depan,” tegasnya.

Permintaan itu bukan semata-mata untuk tujuan pengusaha secara pribadi, namun lebih kepada kepedulian kepada nasib para karyawan. “Jadi kami hanya minta suara dan jeritan kami didengar,” ujarnya. (q cox, tama dinie)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *