SURABAYA (Suarapubliknews) – Sidang perkara dugaan pemalsuan dokumen otentik dengan terdakwa seorang nenek berusia 82 tahun, Siti Asiyah, kembali digelar dengan agenda pemeriksaan tiga orang saksi dalam berita acara pemeriksaan (BAP), di Pengadilan Negeri Surabaya. Kamis (23/07/2020).
Namun pada sidang kali ini, ketiga orang saksi tersebut tidak dapat hadir, dan keterangannya hanya dibacakan oleh jaksa penuntut umum (JPU) Suwarti dari Kejari Surabaya.
Sahlan Azwar, S.H., penasihat hukum (PH) terdakwa dari Law Firm Sahlan Azwar & Partners, saat ditemui menyampaikan terkait keterangan ahli yang menyebutkan bahwa perkara ini seharusnya tidak bisa dijalankan, karena masih ada perkara perdata yang sedang berjalan.
“Perkara ini terkesan dipaksakan. Karena masih ada perkara perdata yang masih diuji di pengadilan. Secara otomatis pidana ga bisa jalan dong. Ahli juga menjelaskan demikian. Harus didahulukan dulu perdatanya sampai ada putusan incrhact, baru bisa dinaikkan pidananya,” jelas Sahlan.
Sahlan menambahkan, berdasarkan Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 1956 (“Perma 1/1956”). dalam pasal 1 Perma 1/1956 tersebut dinyatakan:
“Apabila pemeriksaan perkara pidana harus diputuskan hal adanya suatu hal perdata atas suatu barang atau tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, maka pemeriksaan perkara pidana dapat dipertangguhkan untuk menunggu suatu putusan Pengadilan dalam pemeriksaan perkara perdata tentang adanya atau tidak adanya hak perdata itu.”
“Jadi, apabila ada suatu perkara pidana yang harus diputuskan mengenai suatu hal perdata atau ada tentang suatu hubungan hukum antara dua pihak tertentu, pemeriksaan perkara pidana tersebut dapat ditangguhkan, menunggu putusan Pengadilan,” terangnya.
Lebih lanjut, masih kata Sahlan, terkait dengan pasal 266 yang didakwakan kepada kliennya tidak bisa dipaksakan kepada kliennya. Karena unsur memalsukan akta otentik tidak memenuhi. Laporan kehilangan bukan merupakan akta otentik.
“Saksi ahli juga menjelaskan bahwa unsur akta otentik berupa laporan polisi tidak masuk. Kliennya saya waktu melaporkan kehilangan, membawa semua syarat-syarat lengkap. Sudah memenuhi karena punya alas hak,” jelasnya.
Sahlan berharap, hakim dapat memutus perkara kliennya dengan putusan onslaught. Karena menurutnya banyak kepentingan dalam kasus ini dan terkesan sangat dipaksakan.
“Saya berharap klien saya dibebaskan dari segala tuntutan hukum. Pertama, karena jelas masih ada perkara perdata yang sedang berjalan. Yang kedua pasal yang didakwakan tidak memenuhi unsur sebagai akta otentik,” tandasnya. (q cox, Jack)