SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Provinsi Jawa Timur menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Penyerapan Anggaran dan Pemulihan Ekonomi Tahun 2020 Pada Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota se-Jawa Timur di Dyandra Convention Center Surabaya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mendorong bupati dan walikota tak lagi menahan anggaran belanja APBD guna memaksimalkan pemulihan ekonomi Jawa Timur. Namun ia tetap berpesan bahwa pemulihan ekonomi harus tetap beriringan dengan pengendalian penanganan covid-19 di daerah masing-masing.
“Pada situasi sekarang kita harus bisa memaksimalkan realisasi anggaran, utamanya untuk mendorong sektor UMKM di lingkungan kabupaten/kota dimana bupati/walikota menjadi komandannya. Tapi gas dan rem harus benar-benar diatur agar kedua upaya ini bisa berjalan beriringan,” katanya.
Dalam rakor ini hadir bupati/walikota se Jatim, serta sekda dan inspektorat kabupaten/kota. Selain itu, turut hadir pada kegiatan tersebut, antara lain Wakil Gubernur Jatim Emil Elestianto Dardak, Ketua DPRD Jatim, Kajati Jatim, Kasdam V/ Brawijaya, Wakapolda Jatim, Kepala Perwakilan (Kalan) BPK RI jatim, Kepala BPKP, dan Sekdaprov Jatim.
Salah satu upaya yang dilakukan untuk memulihkan ekonomi di tengah pandemi Covid-19 yaitu mendorong sektor UMKM, pertanian, peternakan dan perikanan. Ini penting, karena sektor UMKM merupakan tulang punggung perekonomian di Jatim.
Untuk itu, Khofifah meminta kepada bupati/walikota se-Jatim untuk memaksimalkan realisasi anggaran guna mendorong UMKM agar bisa tetap survive dan dapat menggerakkan roda ekonomi di tengah krisis ekonomi agar bisa terungkit.
“Kepada para bupati/walikota kami minta supaya bisa terbangun sinergitas. Apalagi, sesuai arahan Bapak Presiden harus diperhatikan kapan gas dan rem dijalankan. Perlindungan kesehatan masyarakat tetap diprioritaskan, sementara pergerakan ekonomi sudah harus digerakkan. Keseimbangan antara pengendalian Covid dan pemulihan harus di dalam keberseiringan,” tandasnya.
Sementara itu, Deputi Bidang Pencegahan KPK RI Pahala Nainggolan mengapresiasi realisasi PAD Provinsi Jatim meningkat di atas 50 persen. “Kalau boleh saya belajar untuk dibagikan ke daerah lain. Kalau boleh dibagikan tipsnya bagaimana penerimaannya bisa hampir 50 persen, tetapi untuk PAD bisa 68 persen. Rata-rata PAD lain 40 persen saja sudah susah sekarang, apalagi industrinya wisata,” ujarnya.
Pasalnya dalam forum tersebut Gubernur Khofifah menyampaikan realisasi pendapatan dan belanja baik pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota se-Jatim per semester I Tahun Anggaran 2020.
Realisasi pendapatan Pemprov Jatim di tahun anggaran 2020 hingga semester I / 2020 Provinsi Jawa Timur mencapai Rp. 13.607.207.898.986,69 atau 49,94 persen dari target pendapatan Rp. 27.249.585.125.210.
Pendapatan tersebut terdiri dari PAD sebesar Rp. 9.286.912.187.482,92 (68,67 persen), Dana Perimbangan Rp. 4.276.650.954.838,77 (31,54 persen), serta lain-lain pendapatan Rp. 43.644.756.665 (26,25 persen).
Sedangkan realisasi belanja semester I tahun anggaran 2020 Provinsi Jawa Timur mencapai 36,41 persen senilai Rp. 10.710.843.062.040,13 dari total target 29.417.497.514.834. Terdiri dari belanja langsung mencapai Rp. 7.790.439.473.539,20 atau 38,20 persen dan belanja tidak langsung mencapai Rp. 2.609.596.107.135,41 atau 28,92 persen.
Berdasarkan Laporan Realisasi Anggaran (LRA) per 14 Juli 2020 BPKAD Provinsi Jatim, anggaran pendapatan kabupaten/kota se-Jatim Rp. 87,03 triliun dengan realisasi mencapai Rp. 42,159 triliun. Sedangkan alokasi anggaran belanja kabupaten/kota se-Jatim mencapai Rp. 98,198 triliun dengan realisasi belanja kabupaten/ kota se-Jatim sebesar Rp. 35,136 triliun.
Senada dengan Deputi Bidang Pencegahan KPK RI, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Jawa Timur Difi A Johansyah mengapresiasi UMKM Jatim termasuk pengrajin batik. Sekarang mereka ikut menghasilkan produk masker dari batik. “Kita mengapresiasi UMKM Batik Jatim. Luar biasa mereka,” pujinya.
Ia mengajak bersama-sama menyusun protokol kesehatan yang built in dalam pertumbuhan ekonomi. Dicontohkan daerah pariwisata, sektor jasa, restoran dan hotel. “Kita gabung suatu protokol kesehatan adaptasi kebiasaan baru, sehingga ini bisa membantu atau tidak menghambat sektor ekonomi,” imbuh Difi. (q cox, tama dinie)