SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Seiring dengan diterimanya penghargaan Global Green City dari Global Forum on Human Settlements (GFHS) di One UN Plaza, Hotel Millennium, New York, Senin (30/10) lalu, ternyata Kota Surabaya masih memiliki beberapa pekerjaan rumah (PR).
Betapa tidak, menurut anggota Komisi D DPRD Surabaya, Reni Astuti,S.Si, masih ada 14 ribu warga Surabaya yang faktanya belum memiliki jamban layak. Hal ini terungkap saat melakukan rapat dengan Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota (Bappeko) serta Dinas Sosial (Dinsos) Surabaya. Kamis (2/11/2017).
“Saya apresiasi dan ucapkan selamat atas penghargaan yang diterima bu Risma di New York, kita saat ini tengah mencari solusi atas 14 ribu warga di Surabaya yang tidak memiliki jamban layak, data ini disampaikan Bappeko pada rapat di komisi (D), Rabu (1/11/2017) lalu,” kata Reni.
Oleh karenanya, mulai penghujung tahun 2017 ini pemkot akan terlebih dulu membangun 100 unit jamban bagi warga. Tiap unit jamban dialokasikan Rp3 juta. Sumber pendanaan dari Perubahan Anggaran Keuangan (PAK) tahun anggaran 2017.
Target pemkot mewujudkan kota sehat dan ke depan menjadikan seluruh warga memiliki jamban. Tidak lagi menjadikan sungai sebagai septic tank “raksasa” atas penggunaan water and closet (WC) plung oleh warga.
“Tahap awal 100 unit jamban dulu, didanai APBD Perubahan 2017. Tahun 2018 pastinya akan ditambah jumlah unit jamban yang akan dibangun,” sambungnya.
Reni yang juga wakil ketua Fraksi PKS DPRD Surabaya ini meminta pemkot memverifikasi kembali data jumlah warga yang belum memiliki jamban.
Artinya, apakah angka 14 ribu itu sudah riil. Dalam melakukan verifikasi pemkot bisa menggandeng komunitas atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) peduli lingkungan.
Setelah verifikasi, kata Reni, pemkot wajib melakukan pemetaan atas hasil verifikasi. “Hasil reses di daerah pemilihan saya, di salah satu RW (Rukun Warga) ada 85 warga tidak punya septic tank. WC punya namun sungai sebagai septic tank-nya,” tandasnya.
Keberadaan septic tank komunal (bersama), menurut Reni, juga perlu menjadi perhatian pemkot.
Disisi lain, Reni mengapresiasi upaya pemkot menindaklanjuti sekaligus memantapkan penghargaan kelas dunia yang diperoleh Kota Surabaya dengan banyak program. Salah satunya, jamban sehat.
“Cuma ada sedikit permasalahan dalam penerapan program pembangunan jamban yang akan dilaksanakan. Apa itu? Pemkot mengharuskan tanah lokasi pembangunan jamban harus hak milik atau sertifikat. Padahal warga yang belum punya jamban rata-rata tinggal di Daerah Aliran Sungai (DAS) atau bantaran sungai,” papar Reni.
Dia tidak ingin pelaksanaan program jamban sehat tidak lancar, bahkan terhambat karena keharusan tanah yang menjadi lokasi pembangunan harus hak milik.
Untuk itu, Reni meminta kepada pemkot Surabaya untuk menentukan target program jamban sehat. Kapan program tuntas, keseluruhan warga memiliki jamban.
“Total berapa anggaran bersumber dari APBD yang harus dipersiapkan? Perlu berapa tahun anggaran? Bisa apa tidak perusahaan membantu melalui program corporate social responsibility (CSR),” rincinya.
Reni juga menyebut jika ITS telah mempunyai konsep tentang jamban sehat. Pemkot disarankan menggandeng ITS. Termasuk soal septic tank komunal.
“Pak rektor ITS yang sekarang kalau tidak salah ahli di bidang sanitasi. Pemkot tinggal koordinasi dengan ITS tentang bagaimana baiknya program jamban sehat ini,” tutup Reni. (q cox)