SURABAYA (Suarapubliknews) – Pandemi Covid-19 rupanya berdampak global dan panjang. Tak hanya di Surabaya, tapi di seluruh wilayah Indonesia bahkan dunia. Selain masalah kesehatan, pandemi Covid 19 juga mempengaruhi sektor lain yaitu ekonomi dan bisnis. Jika dampak ekonomi itu tak bisa diselesaikan, bukan tidak mungkin perekonomian di Indonesia terus menurun bahkan menyebabkan resesi.
Oleh sebab itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kemudian mengambil langkah cepat agar roda perekonomian di Kota Pahlawan tetap positif meski di tengah pandemi Covid-19. Salah satunya adalah tidak menyetujui perpanjangan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Surabaya.
“Itulah yang kenapa kemudian kemarin aku curi start, aku tidak mau ada PSBB lagi. Karena kita akan lakukan new normal atau tatanan baru,” kata Wali Kota Risma seusai meninjau PLTSa (Pembangkit Listrik Tenaga Sampah) di Benowo Surabaya, Selasa (1/9/2020).
Dengan tak diperpanjangnya PSBB tahap III tersebut, Wali Kota Risma berharap, para pelaku usaha di Surabaya bisa kembali beroperasi, namun dengan protokol kesehatan ketat. Sebab, dia menilai, jika PSBB itu diteruskan bukan tidak mungkin banyak pelaku usaha di Kota Pahlawan yang gulung tikar.
“Misalkan aku punya perusahaan buat sepatu, begitu ini tak tutup, apakah dia tiba-tiba bisa jalan bagus? Kan tidak, mulai nol lagi kan. Makanya ini sebelum tutup saat itu, kenapa kemudian aku supaya dia gerak. Jadi yang sudah mulai turun ditahan minimal dia tidak jatuh lagi, tapi kalau bisa diangkat lagi,” papar dia.
Wali kota yang menjabat Presiden Belt Road Local Cooperation (BRLC) itu juga mengungkapkan, berdasarkan hasil penelitian terhadap evaluasi perekonomian yang dia terima, menyebutkan bahwa hingga akhir tahun 2020 perkembangan ekonomi di Kota Surabaya masih terbilang positif. Nah, berkaca dari sebelumnya, apabila Wali Kota Risma terlambat sedikit saja memutuskan kebijakan, bukan tidak mungkin akhir tahun ekonomi Surabaya mengalami keterpurukan.
“Itulah kenapa kemarin hasil data penelitian evaluasi Surabaya itu kita di titik masih bisa bertahan di positif nanti Insya Allah di akhir tahun. Kenapa? Kalau aku kemarin terlambat sedikit ya nyungsep (terpuruk) beneran yang punya perusahaan, yang punya usaha,” ungkap dia.
Apalagi, jika pelaku usaha itu sudah menggunakan modal usahanya untuk kebutuhan sehari-hari keluarga. Tentu saja hal itu akan semakin menambah beban ekonomi pelaku usaha tersebut, bahkan berdampak pada gulung tikar. Makanya, kemudian Wali Kota Risma merumuskan kebijakan pada berbagai sektor bidang seiring dengan tak diperpanjangnya PSBB di Surabaya.
“Kalau sudah modal dipakai makan, bagaimana dia (pelaku usaha) bisa bangkit lagi, kecuali kalau dia dapat insentif, tunjangan atau bantuan. Makanya kemarin aku beranikan, kesehatan kita pantau benar-benar tapi yang untuk usaha boleh bergerak,” terang dia.
Wali kota yang mendapat anugerah gelar Doktor Honoris Causa dari Universitas Tongmyong, Busan Korea Selatan itu memastikan, bahwa Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya akan berupaya maksimal untuk menjaga ekonomi di Kota Pahlawan agar tetap positif. Tentu saja, upaya ini juga harus didukung masyarakatnya dengan cara disiplin protokol kesehatan.
“Jadi kenapa kemarin saya ngotot itu (tidak memperpanjang PSBB). Tapi memang harus disiplin betul, tidak bisa ceroboh,” tegas dia.
Sementara itu, menghadapi isu resesi yang ramai diperbincangkan, Wali Kota Risma berharap kepada warga Surabaya agar tidak perlu panik. Sebab, di tahun 1998 dan 2008, ekonomi Surabaya mampu bertahan dan positif ketika hal itu terjadi. Apalagi sekitar 92 persen usaha di Surabaya itu tergolong ekonomi menengah ke bawah, sehingga tidak terpengaruh dengan perekonomian global.
“Pertumbuhan ekonomi kita di atas pertumbuhan Nasional. Kenapa begitu? Karena 92 persen usaha di Surabaya itu ekonomi menengah, jadi dia tidak terpengaruh kepada perekonomian global. Tapi kalau di jatuh blek, jatuh beneran itu. Makanya dia harus ditahan, diberikan ruang untuk dia (usaha) bisa gerak tapi tetap dengan protokol yang sangat ketat,” pungkas dia. (q cox)