SURABAYA (Suarapubliknews) – Pandemi Covid-19 tidak menghalangi mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) untuk tetap berprestasi bahkan di kancah internasional. Kali ini, tim mahasiswa Departemen Teknik Komputer ITS berhasil membawa pulang emas pada ajang the 6th Southeast Asian Agricultural Engineering Student 2020 yang digelar oleh Universitas Brawijaya bersama dengan Malaysian Society of Agricultural and Food Engineers (MSAE).
Berangkat dari permasalahan lahan di perkotaan, tim yang beranggotakan mahasiswa angkatan 2018, Awang Ivananto Adi, Muhammad Luthfi, dan Tiara Bening Salsabila ini menggagas inovasi yang bernama My Tanaman sebagai solusi penanganan lahan di masyarakat.
ketua tim Awang Ivananto Adi mengatakan My Tanaman merupakan aplikasi yang berbasis Wireless Sensor Network. Nantinya aplikasi tersebut dapat berhubungan langsung dengan database dan modul perangkat yang tertanam pada box ruang tanam. “My Tanaman adalah sebuah box yang berfungsi sebagai ruang tanam yang didesain untuk dapat mengontrol kondisinya agar sesuai dengan yang dibutuhkan tanaman,” katanya.
Salah satu anggota tim, Tiara Bening Salsabila, mengungkapkan bahwa timnya lebih dahulu meninjau kondisi alam. “Kondisi ruang tanam dimanipulasi sehingga cocok digunakan untuk membudidayakan sayur-sayuran di luar habitat asli dari tumbuhan tersebut,” terangnya.
My Tanaman menawarkan teknologi dan aplikasi yang terintegrasi dalam satu sistem. Selain menciptakan ruang tanam dengan teknik indoor planting, My Tanaman didesain menggunakan material yang aman bagi tumbuhan. “My Tanaman didesain sedemikian rupa agar dapat mengontrol kondisi di ruang tanam hanya dengan menggunakan smartphone,” tambah Bening.
Proposal inovasi yang juga mendapat perak pada kategori lomba poster ini menawarkan fitur-fitur berupa data sensor yang dibaca secara real-time dengan delay tertentu. Indikator yang digunakan meliputi suhu, kelembaban, pencahayaan, dan sebagainya yang berhubungan dengan monitor kondisi ruang tanam.
Selain itu, My Tanaman juga memiliki fitur kontrol yang mana pengguna bisa menyalakan sistem seperti kipas, pembuat kelembaban buatan, dan lampu penumbuhan untuk bisa mengontrol kondisi dalam ruang tanam. “Berkat adanya database sistem terintegrasi pada box, data kondisi ruang tanam dapat disimpan, yang mana data tersebut dapat ditampilkan dalam bentuk grafik pada aplikasi My Tanaman,” terang Awang.
Tak hanya itu, Awang juga menjelaskan keunikan dari aplikasi ini. Yaitu, dalam satu aplikasi tidak hanya bisa memonitor dan mengontrol satu kotak saja, melainkan hingga empat kotak ruang tanam. Juga setiap kotak tidak harus menggunakan user yang sama, melainkan dapat diakses oleh pengguna lain, sehingga mempermudah pekerjaan.
“Analogikan seperti dalam satu perumahan terdapat 12 box dengan tiga pengguna aplikasi, mereka bisa saling koordinasi dengan berganti shift untuk memonitor dan mengontrol kondisi dalam ruang tanam agar tetap stabil sehingga dapat menghasilkan sayuran seperti yang diharapkan,” paparnya.
Kendati aplikasi ini beserta perangkatnya masih dalam bentuk ujicoba, Awang berharap agar ke depannya aplikasi ini bisa dikembangkan dan diperbaiki sedemikian rupa. “Sehingga My Tanaman bisa digunakan dengan nyaman dan bermanfaat bagi masyarakat, baik di Indonesia maupun di seluruh dunia,” tutupnya. (q cox, tama dinie)