SURABAYA (Suarapubliknews) – Koperasi toko kelontong menjadi salah satu bentuk unit usaha yang mendapat pendampingan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Unit usaha ini dipilih karena lebih dekat dengan kebutuhan masyarakat serta perputaran uangnya relatif lebih cepat. Tentunya pendampingan ini diharapkan dapat mengembangkan unit usaha tersebut untuk mendukung roda perekonomian di Surabaya.
Kepala Dinas Perdagangan (Disdag) Kota Surabaya, Wiwiek Widayati mengatakan, bahwa pemkot terus melakukan berbagai upaya pembinaan kepada koperasi toko kelontong. Mulai dari pendampingan pengelolaan stok barang hingga manajemen keuangan. Hingga saat ini tercatat, pendampingan telah dilakukan kepada 885 koperasi toko kelontong yang tersebar di 31 kecamatan Surabaya.
“Kami melakukan pendampingan bersama Dinas Koperasi. Ada pendamping atau person yang kita tunjuk untuk menjadi pendamping koperasi toko kelontong di setiap 31 kecamatan Surabaya,” kata Wiwiek, Jum’at (5/2/2021).
Wiwiek menjelaskan, salah satu upaya yang dilakukan itu adalah dengan mengupayakan agar pembelian kebutuhan barang dagangan di toko kelontong melalui agen dan distributor dengan harga lebih murah. Harapannya, pemilik toko kelontong bisa mendapatkan keuntungan lebih banyak.
“Kalau nanti ada distributor yang ada diskon atau harga murah kita juga memberikan informasi itu kepada mereka,” papar dia.
Bahkan, secara berkala Disdag Surabaya juga mengadakan pertemuan untuk melakukan evaluasi perkembangan unit usaha tersebut agar diketahui kekurangan yang harus segera diperbaiki. Bahkan, di masa pandemi ini, evaluasi dilakukan melalui video teleconference maupun secara langsung dengan tetap memperhatikan protokol kesehatan.
“Mulai dari adanya program-program diskon, maupun program-program baru di Kota Surabaya yang update itu kita sampaikan. Kita lakukan secara periodik, setiap satu hingga dua bulan sekali,” ungkap dia.
Konsep koperasi toko kelontong ini dinilai mempunyai potensi yang luar biasa dan memberikan dampak ekonomi yang luas bagi masyarakat di Kota Surabaya. Untuk memaksimalkan hal itu, Disdag juga menyiapkan aplikasi Elektronik Distribusi Controlling (E-Discont) yang dapat memberikan informasi terkait distributor yang menjual komoditi murah kepada pemilik unit usaha.
“Pemilik koperasi toko kelontong itu kita berikan data-data informasi distributor yang menjual komoditi dengan harga murah. Sementara ini (aplikasi) masih terfokus kepada empat item, yakni gula, minyak, beras dan telur,” kata Kepala Bidang Distribusi, Dinas Perdagangan Kota Surabaya, Trio Wahyu Bowo.
Dia menjelaskan, aplikasi E-Discont yang dibuat tahun 2019 ini terus dilakukan penyempurnaan hingga sekarang. Menurutnya, aplikasi ini memang disiapkan bagi koperasi toko kelontong agar mereka lebih mudah mendapatkan komoditi dengan harga yang lebih murah.
“Data distributornya yang kita masukkan di E-Discont itu. Jadi koperasi toko kelontong nanti bisa melihat data distributor yang menjual empat komoditas itu yang mana yang murah sesuai dengan wilayahnya,” terang dia.
Tri menyatakan, bahwa pembinaan terhadap koperasi toko kelontong ini dilakukan agar roda perekonomian di masyarakat terus berputar. Di sisi lain, pembinaan ini juga diharapkan agar unit usaha itu mampu bersaing dengan keberadaan toko modern.
“Intinya dulu itu kan impian dari Ibu Risma (Tri Rismaharini) agar toko kelontong ini supaya tidak mati dengan keberadaan toko swalayan modern,” ungkap dia.
Sementara itu, Chayatun Nuro, pemilik toko kelontong di wilayah Kelurahan Genting Kalianak, Kecamatan Asemrowo Surabaya mengakui, saat ini tokonya terus mengalami kenaikan income dengan adanya pendampingan yang dilakukan Pemkot Surabaya.
“Memang dulu belum ada pendampingan untuk toko kelontong. Kemudian, ada penggagasan dari Bu Risma, jadi sekarang agak lumayan lebih diperhatikan. Apalagi saat ada program gula murah itu juga tiap toko kelontong dijatah ada anggotanya,” kata Chayatun.
Bahkan, sejak adanya pendampingan berkala yang dilakukan Pemkot Surabaya, Chayatun kini lebih detail terkait pengelolaan stok barang dan manajemen keuangan. Jika sebelumnya, ia mengaku hanya sekadar menjual tanpa mengerti detail masalah pembukuan.
“Kalau manajemen itu awalnya kita kan sekadar hanya toko biasa tidak seberapa detail masalah pembukuan. Setelah ada pelatihan dari Disdag dengan menghadirkan narasumber yang kompeten untuk toko jadi sedikit banyak tahu tidak sekadar hanya jual beli,” katanya.
Hal yang sama diungkapkan oleh Titik Windarti. Pemilik toko di kawasan Karangpilang Surabaya yang fokus pada penjualan kerupuk puli ini mengaku, bahwa produksinya terus mengalami peningkatan. Jika sebelumnya produksinya sehari hanya sampai 3 kilogram, kini dapat mencapai 10 kilogram.
“Sebelum ada pendampingan itu hanya 3 kilogram. Tapi, sejak ada pendampingan yang digagas Bu Risma dulu, alhamdulillah sekarang sudah banyak yang minat pembelinya,” tutupnya. (q cox)