SURABAYA (Suarapubliknews) – Sebanyak 13 saksi dari Camat dan Kepala Desa dari Nganjuk, Jawa Timur dimintai keterangan terkait dugaan kasus jual beli jabatan yang membelit Bupati Non aktif Novi Rahman Hidhayat. Namun uniknya, sejumlah saksi justru mengaku tidak tahu apa yang dimaksud dengan jual beli jabatan tersebut.
Kesaksian ini diantaranya disampaikan oleh sejumlah saksi yang berasal dari kepala desa, seorang staf kecamatan, dan sejumlah camat.
Kesaksian pertama disampaikan oleh Yoyo Mulya Mintaryo, seorang staf Kecamatan Tanjung Anom, Nganjuk. Ia diketahui menjabat sebagai Kepala Seksi (Kasi) Kecamatan Tanjung Anom. Dalam keterangan awal, ia menerangkan bagaimana dirinya dimintai sejumlah uang oleh Camat Tanjung Anom Edi Srijianto.
Ia bercerita, sebelum menjabat sebagai Kasi, ia merupakan PNS di Dinas Perindustrian di Kabupaten Nganjuk. “Saat itu saya ditawari pak Edi (Camat Tanjung Anom), dimintai fotocopy SK (surat keputusan) golongan, pangkat, sama pendidikan. Lalu saya dilantik pada 1 April 2021,” pungkasnya, Senin (11/10/2021)
Usai pelantikan itu lah, ia dimintai uang sebesar Rp 40 Juta oleh sang Camat. Sang camat beralasan, uang tersebut sebagai tanda syukuran pada sang “bapak”.
“Estimasi saya cuma Rp 1 Juta sampai Rp 2 Juta, ternyata minta Rp 40 Juta. Saya tidak ada uang cash saat itu, beliau minta harus ada uang seadanya dulu sisa di ATM hanya Rp 5 Juta. Lalu saya disuruh pulang, kemudian 7 April saya ditelepon untuk segera mencukupi,” tambahnya.
Hal senada disampaikan oleh Sekretaris Kecamatan Pace, Suwardi. Ia menyebut, saat terjadi kunjungan Bupati ke Kecamatan Pace pada Juni lalu, dirinya diusulkan menjadi Sekcam oleh sejumlah kades karena sudah lama menjabat dan berkinerja baik di kecamatan itu.
Tak lama usai kunjungan tersebut, ia lantas didatangi oleh Kades Bodor, Darmadi. Kedatangan Darmadi itu untuk menyampaikan, adanya ucapan terimakasih senilai Rp 15 Juta yang harus disediakannya. Lalu untuk siapa uang itu, Suwardi menjawab tidak tahu secara pasti. Saat ditanya, apakah uang itu ditujukan untuk Bupati Novi.
“Saya tidak tahu. Katanya untuk “bapak”,” ungkapnya.
Selain itu, Kades Bodor Darmadi mengaku melihat ada yang dititipi uang didalam kresek. Ia bahkan pernah dipanggil bertiga dengan kades lainnya oleh Camat Pace, dan melihat uang senilai Rp 50 Juta itu dimaksudkan untuk sang bapak.
“Saya dipanggil khusus bertiga dengan Kades Kepanjen dan Banaran, saya hanya melihat ada yang dititipi kresek hitam, ada yang bilang titip Rp 50 (Juta) untuk bapak, saya lupa tanggalnya,” tegasnya.
Menanggapi hal tersebut, kuasa hukum ajudan Bupati Novi, M Izza Muhtadin, Petrus bala pattyona langsung mencecar ketiga saksi dengan pertanyaan soal apakah yang dimaksud dengan jual beli jabatan yang mereka terangkan sebelumnya. Ketiga saksi itu pun kompak mengaku tidak tahu dan cenderung memilih diam.
Saat ditanya satu persatu, apakah Bupati Novi atau siapapun meminta uang terkait dengan jabatan yang saat ini mereka emban, saksi Yoyo pun menjawab tidak. Ia menyebut, uang Rp 40 Juta yang diminta sang camat, diakuinya sebagai uang syukuran. “Pak Camat minta (uang) syukuran,” katanya.
Hal senada disampaikan oleh saksi lainnya, yang mengakui tidak pernah dimintai secara langsung oleh Bupati terkait dengan uang jual beli jabatan. “Tidak tahu (maksud jual beli jabatan). Tidak pernah (Bupati Novi meminta uang langsung),” tegasnya.
Menanggapi hal itu, Bupati Nonaktif Novi Rahman Hidhayat secara daring menyatakan membenarkan, bahwa dirinya tak pernah meminta uang sebagaimana dalam dakwaan. Untuk pembelaan lebih lanjut, ia akan menuangkannya dalam pledoi mendatang.
“Saya tak pernah meminta uang yang mulia. Pembelaan selanjutnya saya sampaikan nanti melalui kuasa hukum,” tandasnya.
Sementara itu, Kuasa hukum Bupati Nonaktif Novi, Tis’at Afriyandi mengatakan, sejak awal saksi saksi yang dihadirkan oleh JPU, tidak ada satu pun yang mengaku mendapat perintah, atau permintaan langsung dari Bupati Novi soal uang jual beli jabatan. Ia pun menegaskan, bahwa benang merah antara Bupati Nonaktif Nganjuk Novi dalam kasus ini tidak ada sama sekali.
“Tidak ada perintah secara langsung dari bupati terkait dengan kasus (jual beli jabatan) ini. Jadi tidak ada benang merahnya sama sekali,” katanya. (q cox)