Nasional

Kenapa Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko “Diciduk” KPK? Begini Ceritanya

214
×

Kenapa Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko “Diciduk” KPK? Begini Ceritanya

Sebarkan artikel ini

JAKARTA (Suarapubliknews.net) – Diduga kuat menerima suap dari stafnya sendiri terkait pengisian jabatan, Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko akhirnya ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.

Keterangan ini disampaikan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di kantornya, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Minggu (4/2/2018). Kini KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni IS (Inna Silestyowati) selaku Plt Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang dan penerima NSW (Nyono Suharli Wihandoko) Bupati Jombang 2013-2018.

Terkuak bahwa latar belakang pemberian uang yang dilakukan Inna yang saat ini masih berstatus Plt kepada pimpinannya yakni Bupati Jombang, ternyata agar dirinya segera diangkat menjadi Kepala Dinas Kesehatan definitif.

Fatalnya, uang yang diberikan disebut ternyata berasal dari titipan jasa pelayanan kesehatan dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang, yang menurut aturan masuk kategori pungutan liar (pungli).

“Diduga pemberian uang dari IS ke NSW agar Bupati menetapkannya sebagai kepala dinas definitif, karena dia saat ini masih pelaksana tugas, Yang sangat memprihatinkan adalah bahwa sumber suap diduga berasal dari kutipan pungli perizinan dan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi yang seharusnya menjadi hak masyarakat jika dimanfaatkan dengan baik dan benar untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan di fasilitan kesehatan tingkat pertama (FKTP),” ucap Wakil Ketua KPK Laode M Syarif.” sebut Syarif.

Atas perbuatannya, Nyono disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sedangkan Inna disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Menurut Syarif, potensi korupsi di sektor kesehatan pernah menjadi kajian KPK, termasuk tentang dana kapitasi tersebut. Dana yang dikelola cukup besar yaitu hampir Rp 8 triliun per tahun.

“Efektivitas ana kapitasi dalam meningkatkan mutu layanan juga masih rendah, padahal dana yang disalurkan sangat besar yakni hampir Rp 8 triliun per tahun. Salah satunya karena tidak adanya alat pengawasan dan pengendalian dana kapitasi,” ujar Syarif.

Terkait pemberian ke Nyono, Syarif menyebut uangnya berasal dari dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang. Sejauh ini, Nyono baru mendapatkan Rp 200 juta.

“Uang yang diserahkan IS (Inna Silestyowati) kepada NSW (Nyono Suharli Wihandoko) diduga berasal dari kutipan jasa pelayanan kesehatan atau dana kapitasi dari 34 puskesmas di Jombang yang dikumpulkan sejak Juni 2017 sekitar total Rp 434 juta dengan pembagian 1 persen untuk paguyuban puskesmas se-Jombang, 1 persen untuk Kepala Dinas Kesehatan, dan 5 persen untuk Bupati,” sebut Syarif.

“Atas dana yang terkumpul tersebut, IS telah menyerahkan kepada NSW sebesar Rp 200 juta pada Desember 2017,” imbuh Syarif. ( q cox, Rgm)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *