SURABAYA (Suarapubliknews) – Otoritas Jasa Keuangan Kantor Regional 4 Jawa Timur, menggelar acara Evaluasi Kinerja BPR/BPRS Semester II Tahun 2021 secara hybrid. Kegiatan ini merupakan bentuk recycle kepada industri jasa keuangan yang diawasi oleh OJK.
Kepala OJK Regional 4 Jawa Timur, Bambang Mukti Riyadi mengatakan tahun 2021 merupakan tahun yang cukup berat dalam menghadapi tantangan perekonomian Indonesia ke depan di tengah ketidakpastian ekonomi global karena adanya Pandemi Covid-19.
“Pandemi yang masih dihadapi juga berdampak pada pertumbuhan ekonomi Jawa Timur, meskipun pada triwulan III tahun 2021 masih menunjukkan peningkatan sebesar 3,23%, namun sedikit lebih rendah dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional yang meningkat 3,51% secara yoy,” katanya.
Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi tersebut, sektor keuangan di Jawa Timur masih terjaga sampai dengan posisi Oktober 2021 sebagaimana tercermin pada peningkatan volume usaha dan DPK tercatat tumbuh masing-masing sebesar 7,45% dan 7,57% (yoy). Khusus kredit perbankan di Jawa Timur tercatat tumbuh sebesar 1,51% sejalan dengan pertumbuhan kredit secara Nasional yang tercatat 3,26%.
Pertumbuhan kredit di Jawa Timur tersebut meningkat dibanding periode yang sama di tahun 2020 yang tercatat menurun 1,78%. Industri BPR/S mampu menunjukkan eksistensinya dengan mencatatkan pertumbuhan kredit/pembiayaan yang lebih tinggi dibandingkan perbankan Jawa Timur dan Nasional, yakni tumbuh 3,46% (yoy).
Proses pemulihan ekonomi di Jawa Timur telah dilaksanakan melalui berbagai langkah. OJK telah memberikan ruang gerak bagi sektor riil dengan mengizinkan perbankan menetapkan kualitas kredit debitur hanya dengan menggunakan satu pilar yaitu ketepatan membayar dan melakukan restrukturisasi kredit debitur terdampak Covid-19.
Posisi Oktober 2021, industri BPR/S di Jawa Timur telah melakukan restrukturisasi kredit sebesar Rp1,3 triliun atau 1,8% dari total restrukturisasi perbankan di Jawa Timur. Didorong oleh stimulus restrukturisasi terdampak Covid-19 yang telah berjalan, tercatat bahwa rasio NPL/NPF gross BPR/S di wilayah Jawa Timur menurun dari 9,45% pada Oktober 2020 menjadi 9,19% pada Oktober 2021.
“Dalam upaya menekan pemburukan kualitas kredit/pembiayaan tersebut, OJK meminta BPR/S untuk melakukan penguatan internal diantaranya melalui perbaikan manajemen risiko dan peningkatan permodalan” ujar Bambang.
Melalui evaluasi ini OJK berupaya menyampaikan kepada Direksi dan Pemegang Saham BPR/S yang berkantor pusat di Jawa Timur tentang perkembangan industri BPR/S selama periode tahun 2021, kendala yang dihadapi oleh BPR/S di masa pandemi, serta isu-isu terkini terkait dengan aspek regulasi maupun dinamika industri BPR/S yang perlu diperhatikan oleh Direksi dan Pemegang Saham BPR/S.
Acara evaluasi kinerja ini juga dirangkai dengan kegiatan capacity building kepada Pengurus BPR/S mengenai Roadmap Pengembangan Industri BPR/S yang disampaikan oleh Bambang Widjanarko selaku Plt. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan IV dan Akselerasi Digitalisasi pada BPR/S yang disampaikan oleh Sotarduga Napitupulu selaku Advisor Koordinator Pengawasan Perbankan Wilayah Timur.
Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2021 – 2025 (RP21) bagi industri BPR/S yang diresmikan tanggal 30 November 2021, berisi arah dan acuan pengembangan jangka pendek maupun pengembangan struktural secara bertahap dalam rentang waktu lima tahun.
Dalam roadmap tersebut, arah pengembangan jangka pendek ditujukan untuk mengoptimalkan peran BPR/S dalam mempercepat proses pemulihan ekonomi akibat dampak pandemi Covid – 19 di daerah atau wilayahnya.
Arah pengembangan struktural ditujukan untuk memperkuat industri BPR/S agar memiliki daya tahan (resiliensi) yang lebih kuat, daya saing yang lebih tinggi, dan kontribusi yang lebih optimal dalam memberikan akses keuangan bagi masyarakat dan UMK di daerah atau wilayahnya.
RP2I 2021 – 2025 bagi industri BPR/S diharapkan dapat menjadi pedoman bagi para pemangku kepentingan ke depan dan menjadi arah kebijakan untuk menghadapi berbagai tantangan dan peluang untuk mewujudkan industri BPR dan BPRS menjadi bank yang agile, adaptif, kontributif, dan resilient. (q cox, tama dinie)