Hukrim

Desak Kasus P2SEM Dituntaskan, KOMAK Minta Jangan Dijadikan Komoditas Politik

103
×

Desak Kasus P2SEM Dituntaskan, KOMAK Minta Jangan Dijadikan Komoditas Politik

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Komite Mahasiswa Anti Korupsi (KOMAK) menggelar Seminar dan Diskusi Publik bertema “Etika Politik Pejabat Dalam Tindak Pidana P2SEM” di Surabaya pada Selasa 27/2.

Dr. M. Shoehuddin, SH. MH. Pakar Hukum Pidana, Ubhara Surabaya dalam diskusi itu mengingatkan kasus P2SEM jangan dijadikan komoditas politik.

“Jadi pertanyaan kenapa kasus P2SEM yang sudah 7 tahun dibuka lagi. Kalau mau ditegakkan, ya tegakkan betul jangan kemudian dipolitisasi menjadi penal polition” tegasnya.

Shoehudin kembali mengatakan, kasus P2SEM yang melibatkan pemerintah, legislatif dan masyarakat itu memasuki 2 ranah hukum. Yaitu perdata dan pidana. Dikatakan perdata ketika proses legalitas pencairan dana sudah sesuai aturan yang disertai Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).

Tapi pelaksanaannya, Lanjut Shoehudin, tidak maksimal karena tanpa pengawasan. Sedangkan ketika masuk keranah pidana, saat ditemukan LSM fiktif sebagai penerima dana hibah. Kemudian adanya pemotongan atau pungli saat distribusi dana hibah tersebut.

“Tapi dalam kasus ini, pihak penegak hukum langsung by pass ke ranah pidana sehingga ada beberapa orang yang sebenarnya tidak melakukan korupsi menjadi terdakwa. Tapi untung saja 6 diantaranya bebas” ujar saksi ahli dalan kasus P2SEM itu.

Shoehudin kembali menegaskan agar penanganan kasus P2SEM dituntaskan, jangan kemudian tebang pilih dan dijadikan alat memberangus di tahun politik.

Sementara itu Dr. M. Risal Aminuddin Pakar Kebijakan Publik, Unibraw Malang mengatakan program serupa P2SEM sering terjadi menjelang tahun politik. Hal ini juga lazim dilakukan diluar negeri untuk menaikkan popularitas.

“Program seperti ini rawan penyelewengan administrasi, karena harus berhati-hati” tegasnya.

Pembicara lainnya Khoirul Rosyadi, Phd. Pakar Hukum Sosiologi Korupsi, Unijoyo Bangkalan, mengatakan untuk mencegah terjadinya korupsi dengan memanfaatkan tekhnologi informasi. Dengan begitu semua transaksi tercatat faktual.

“Persoalannya hanya pada kultur birokrasi kita. Karenanya perlu adanya gerakan civil society yang diantaranya dari mahasiswa untuk mendorong perubahan itu” tegasnya. (q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *