SURABAYA (Suarapubliknews.net) – Kantor Hukum Asshiddiqie Pangaribuan & Partners, melalui advokat Aristo Pangaribuan selaku kuasa hukum dari mantan ketua umum PSSI La Nyalla Mahmud Mattalitti, secara resmi melayangkan surat somasi kepada PSSI, Senin 5 Maret kemarin.
Somasi itu memberi kesempatan kepada PSSI hingga Senin 12 Maret 2018, untuk menunjukkan keseriusan dalam menyelesaikan kewajiban hutangnya, sebelum dilakukan gugatan hukum di pengadilan.
Dijelaskan Aristo Pangaribuan, pihaknya melayangkan somasi untuk memastikan PSSI tidak abai dan bersikap sepihak dalam melihat persoalan ini. Tetapi apabila PSSI lagi-lagi mengabaikan, maka upaya hukum akan ditempuh.
“Sejak tahun 2016 hingga 2017 sudah ada proses audit dan sudah ada surat pengakuan hutang dari PSSI. Tetapi sampai hari ini, kami dan klien kami tidak pernah diajak duduk bersama untuk membicarakan soal tersebut. Bahkan ironisnya, sekjend PSSI saudari Ratu Tisha secara sepihak menentukan termin cicilan hutangnya. Tidak bisa begitu dong, kan diketawain orang kalau begitu. Makanya kami ingatkan secara serius melalui somasi ini,” tukas Aristo, Selasa (6/3/2018).
Masih Aristo, sebagai wujud keseriusan, PSSI diminta untuk melakukan dua hal penting dalam persoalan penyelesaian hutangnya. Pertama, melakukan pembayaran cicilan sebesar 30 persen dari total hutang dan mengundang pihaknya untuk menyepakati termin dan waktu penyelesaian sisa hutangnya.
Apabila sampai Senin, 12 Maret nanti PSSI lagi-lagi tidak merespon, pihaknya memastikan akan menyeret PSSI ke muka persidangan. “Tentu upaya hukum kami tempuh, karena itu hak kami,” tandasnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, diungkapkan Aristo, surat menyurat antara pihak La Nyalla Mahmud Mattalitti dan PSSI terkait hutang tersebut, diawali dengan surat pribadi La Nyalla ke PSSI. Surat itu tertanggal 19 Januari 2017 dan ditujukan kepada ketua umum PSSI Edy Rahmayadi.
Atas surat tersebut, Ketua Umum PSSI membalas surat melalui surat nomor: 179/UDN/118/II-2017, tertanggal 13 Februari 2017, perihal: kewajiban hutang PSSI. Surat tersebut ditandatangani Edy Rahmayadi selaku ketua umum. Isinya, menjelaskan bila sedang dilakukan audit.
Selang satu hari, PSSI mengirim formulir perihal konfirmasi hutang. Melalui surat nomor: 02/MUS/PSSI/DTR/Dec16, tertanggal 14 Februari 2017, yang ditandatangani Irzan Pulungan, selaku wakil bendahara PSSI. Surat tersebut untuk keperluan proses audit.
Berikutnya, La Nyalla Bersurat lagi, tertanggal 12 April 2017 itu ditujukan kepada Plt. Sekjend PSSI, Joko Driyono. Isinya menanyakan progres audit yang dilakukan PSSI terhadap hutang tersebut. Atas surat ini, PSSI tidak pernah membalas.
Karena tidak ada balasan, kliennya bersurat yang ketiga. Surat tanggal 11 Juli 2017 itu ditujukan kepada ketua umum PSSI Edy Rahmayadi. Isinya mengingatkan bahwa kliennya menunggu konfirmasi dari PSSI tentang skema penyelesaian hutang.
Bahkan dalam surat itu kliennya akan menempuh upaya lainnya, apabila PSSI tidak menanggapi. Atas surat itu, PSSI tidak pernah membalas.
Karena tidak direspon, maka melalui law firm Asshiddiqie Pangaribuan & Partners, La Nyalla melapor kepada Menteri Pemuda dan Olahraga. Surat tertanggal 7 Agustus 2017 yang bernomor: 001/APP-EA/K/VIII/2017 itu, menjelaskan kepada Menpora kronologis hutang PSSI. Dan meminta Menpora selaku pembina dan pengawas induk cabang olahraga untuk membantu melakukan mediasi. Atas surat itu, Menpora atau Kemenpora belum membalas.
Baru pada 22 November 2017, PSSI menerbitkan surat pengakuan hutang senilai Rp. 13,9 miliar. Surat nomor: 3540/UDN-2112/XI-2017 itu ditandatangani sekjend PSSI Ratu Tisha.
Belakangan, diketahui melalui media massa, sekjend PSSI mengaku telah melayangkan surat tertanggal 27 Juli 2017, yang isinya termin pembayaran. Sayangnya, selain surat tersebut tidak pernah diterima secara fisik oleh pihaknya, Aristo juga menganggap isi surat tersebut cacat secara hukum keperdataan. Karena PSSI menentukan secara sepihak termin penyelesaian hutangnya. Bukan berdasarkan kesepakatan dengan pihak yang memiliki piutang. (q cox)