Pemerintahan

Pemkot Surabaya Pantau Kesehatan Pasutri Penderita TBC dan Katarak di Gubeng

50
×

Pemkot Surabaya Pantau Kesehatan Pasutri Penderita TBC dan Katarak di Gubeng

Sebarkan artikel ini

SURABAYA (Suarapubliknews) – Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Kecamatan dan Kelurahan Gubeng menindaklanjuti laporan dari masyarakat, ada salah satu warga yang mengalami Tuberkulosis (TBC) di Jalan Gubeng Jaya 2/71A RW 02/RT 15. Warga itu adalah Tukimin, seorang lansia yang kesehariannya bekerja sebagai pemungut barang bekas untuk dijual.

Lurah Gubeng Sri Retno Tjatur Wahjuni mengatakan, setelah mendapatkan kabar tersebut dari Camat Gubeng Eko Kurniawan Purnomo, lantas ia segera melakukan kroscek. Setelah dilakukan kroscek, Retno langsung melakukan pendataan terhadap warganya tersebut.

“Ternyata beliau tinggal hanya berdua saja dengan istrinya, Sriyatin, yang juga mengalami riwayat penyakit katarak. Selain itu beliau juga tidak memiliki anak,” kata Retno, Jumat (23/9/2022).

Menurut keterangan Sriyatin, lanjut Retno, selama ini suaminya telah melakukan kontrol secara rutin di Puskesmas Pembantu Kelurahan Gubeng. Bahkan, pria 56 tahun itu juga dipantau secara rutin oleh petugas Puskesmas Pembantu Kelurahan Gubeng.

“Ibu Sriyatin dan Pak Tukimin juga mempunyai BPJS dan KTP alamat Surabaya. Sehingga beliau ketika kontrol setiap bulannya dilayani secara gratis oleh puskesmas,” ujar Retno.

Retno menerangkan, setelah menerima kabar tersebut Tukimin dan Sriyatin diberi bantuan berupa sembako. Setelah dilakukan pendataan, ternyata pasangan suami istri (pasutri) lansia itu juga tercatat sebagai penerima bantuan Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Sosial Tunai (BST) BBM Rp 500 ribu dari pemerintah pusat.

Melihat kondisi Tukimin dan istrinya yang memprihatinkan, Retno turut menawarkan bantuan permakanan dan kontrol secara rutin di puskesmas agar cepat sembuh dari penyakitnya. Namun, ketika dilakukan pendataan agar mendapat permakanan, Sriyatin menolak karena masih merasa mampu memenuhi kebutuhan hidupnya dengan gaji Rp 600 per bulan sebagai pengasuh anak.

“Ibu Sriyatin menolak lantaran merasa masih mampu dengan gaji segitu untuk makan sehari-hari, namun kami tetap memberi bantuan sembako juga diusulkan program rumah tidak layak huni (rutilahu) Dinas Perumahan Rakyat Kawasan Permukiman serta Pertanahan (DPRKPP). Karena tembok rumah beliau kondisinya memprihatinkan,” terang Retno.

Retno menambahkan, saat ini masih berkoordinasi dengan DPRKPP Surabaya untuk melakukan bedah rumah milik Tukimin. “Jadi nanti kita usulkan dulu program rutilahunya, misalkan persyaratan di DPRKPP tidak memenuhi syarat, maka akan kami usulkan ke Baznas Surabaya,” pungkasnya. (Q cox)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *