SURABAYA (Suarapubliknews) – Melaksanakan kegiatan Reses di 6 titik sejak hari kamis (13/10/2022), Wakil Ketua Komisi C DPRD Surabaya Aning Rahmawati mendampati setumpuk sambat warga, namun permasalahan banjir masih menjadi topik paling hot di setiap titik,.
Menurut Aning, ini menandakan bahwa penanganan banjir di setiap sub system di 5 rayon masih belum solutip bagi warga, karena skala prioritas penanganan masih belum disusun pentahapannya dalam bentuk roadmap yang bisa menyelesaikan sampai di drainase lingkungan pemukiman.
Maka alumnus Teknik lingkungan ini berharap agar Raperda penanggulangan banjir yang saat ini sedang digodok DIM nya di Bapemperda harus betul betul akurat berdasarkan aktual kondisi lapangan.
“Anggaran 1 M sudah digelontorkan di 2022 khusus untuk kajian penanggulangan banjir di 5 rayon di 5 subsystem yang insya Allah akan menyelesaikann lebih dari 50% dari 117 titik genangan yang ada di Surabaya,” ucapnya. Senin (17/10/2022)
Sambat warga yang tidak kalah penting adalah perlunya intervensi pemerintah kota pada anak anak disabilitas yang ternyata masih banyak didapati di kampung lokasi rungkut sebagai salah satu titik reses.
“Dalam satu gang bisa ada banyak anak anak disabilitas yang butuh intervensi, diantaranya anak yang harusnya kelas 6 SD tidak bisa sekolah dan tidak mengenyam Pendidikan sama sekali, di kampung yang sama juga didapati anak anak yatim karena dampak pandemic yang masih butuh dicarikan solusi meski sdh dapat bansos dari pemerintah kota. Setuju dengan Walikota, bahwa peran lurah, camat dan partisipasi aktif warga sangat perlu untuk dikuatan,” jelasnya.
Yang juga menggelitik bagi politisi asal PKS ini, adalah adanya pungutan sukarela di SMA 20, yang ternyata meresahkan warga. Bahasanya sukarela namun ada embel embel penentu nilai adalah rapat dewan guru yang ini dipersepsikan lain oleh warga sebagai ketakutan, pungutannya lumayan besar, senilai 1.5 juta pertahun.
“Yang ini diperuntukkan untuk segala sarpras yang tidak di back up oleh pemerintah. Jika sukarela harusnya tidak meresahkan dan tidak berdampak pada nilai sekaligus prestasi peserta didik,” tandasnya.
Keluhan yang mengemuka juga masalah pembangunan infrasturktur jalan atau paving, di beberapa tempat warga mengeluhkan pembangunan asal asalan oleh kontraktor atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh pemerintah kota.
“Setelah dibangun pavingnya, ketika dilewati motor atau mobil paving berbunyi glodak glodak, tak lama hancur, aspal juga bergelombang, langkah tepat komisi C yang mengagendakan untuk memanggil seluruh pihak ketiga dalam kaitannya infrastruktur jalan, saluran harus segera direalisasikan,” terangnya.
Hal lain di titik gunung anyar, kata Aning, soal kampung zero waste yang sarana prasarana tak kunjung cair sekaligus keluhan pengelola bank sampah yang sangat berperan bagi Surabaya sehat dan indah malah dianak tirikan.
“KSH dapat intensif, segala macam termasuk seragam, sementara kader2 bank sampah jangankan seragam, intensif transport tidak dapat, perlu dikaji pola intervensi untuk kader kader bank sampah ini oleh pemerintah kota Sby kata Aning,” ujarnya.
Masih soal infrastruktur pembangunan, lanjut Aning, banyaknya fasum fasos yang belum diserahkan menjadi kendala besar warga yang sudah membayar pajak untuk akses APBD kota Surabaya, baik pembangunan saluran, paving maupun PJU.
“Sehingga mungkin banjir tengah kota hilang tapi pemukiman bisa “kelem”, pemkot dalam hal ini DPRKPP harus betul betul mengupayakan revisi perda PSU, sehingga proses BAST PSU ke pemkos bisa win win solution,” pungkasnya. (q cox)