SURABAYA (Suarapubliknews) – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) dipercaya oleh Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) meneliti dan mengembangkan propelan untuk bahan bakar roket, serta menggandeng salah satu perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yakni PT Dahana. Hal ini dilatarbelakangi karena selama ini Indonesia belum memiliki penguasaan teknologi secara mandiri terhadap bahan berenergi tinggi.
Ketua tim peneliti ITS Dr Eng Hosta Ardhyananta ST MSc mengungkapkan, kegiatan ini merupakan rangkaian dari program penelitian Rispro Invitasi LPDP tentang Extruded Double Base (EDB) Folding Fin Aerial Rocket (FFAR) 70. Adapun, penelitian berjudul Pengembangan Propelan EDB untuk Bahan Bakar FFAR ini didukung dan didanai oleh LPDP untuk melakukan riset dalam rentang waktu tiga tahun.
Dosen Teknik Material dan Metalurgi ITS ini menambahkan, tim penelitian propelan ini merupakan gabungan dari akademisi lintas departemen di ITS dan juga peneliti dari PT Dahana. PT Dahana sendiri merupakan perusahaan BUMN yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang produksi peralatan pendorong dan bahan bakar. “ITS dan PT Dahana akan bekerja sama guna sharing sumber daya dalam melakukan studi untuk memahami dan menguasai teknologi propelan roket,” terangnya.
Adapun penelitian dalam pengembangan propelan ini dianggap penting karena Indonesia sendiri belum banyak memiliki penelitian yang sesuai dengan kebutuhan propelan roket. Selama ini, kebutuhan material propelan dipenuhi dari impor luar negeri. “Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat dalam rangka penguasaan teknologi material propelan secara nasional yang mandiri,” ungkap Hosta.
Secara manfaat, Hosta menjelaskan bahwa propelan dapat digunakan untuk kebutuhan alat utama sistem senjata (alutsista) dan penggunaan di bidang lain pada ranah industri. Selain sebagai bahan bakar, propelan juga dapat digunakan sebagai pendorong peluru, pendorong pesawat, peledak tanah, peledak bangunan, dan lain sebagainya.
Sementara itu, dalam rangkaian kegiatan penelitian ini, Hosta menuturkan bahwa dalam jangka tiga tahun riset akan dibagi dalam beberapa tahapan. Misalnya, pada tahun pertama akan dilakukan proses pembuatan propelan dan pengujian sifat propelan. Pada tahun kedua, dilaksanakan pengembangan rolling propelan. Kemudian, pada tahun terakhir, dilakukan studi mengenai proses pembentukan ekstrusi propelan dan pembuatan roket.
Mengakhiri penjelasannya, Hosta berharap agar penelitian ini dapat menghasilkan luaran yang sesuai dengan kebutuhan propelan roket secara nasional dan internasional. Ke depannya ia optimistis Indonesia mampu menjadi mandiri dalam penguasaan teknologi propelan dan tidak lagi bergantung dari luar negeri. “Kebutuhan nasional sangat bergantung dari luar negeri, di mana hal tersebut dapat mengancam kemandirian dan kedaulatan bangsa Indonesia,” pungkasnya. (Q cox, tama dini)