SURABAYA (Suarapubliknews) – Yayasan Sosial Budi Mulia Abadi (BMA) kembali diterpa isu miring setelah salah satu pengurus makam Gunung Gangsir bernama Roy Suryo Wijoyo dipecat. Pria 70 tahun itu menduga pemecatan itu akibat dia selalu menanyakan dugaan aliran dana ke rekening pribadi pengurus.
Menurut Roy, sebelum dipecat oleh Yamin Naharto, Ketua Umum YSBMA, dirinya mengaku sering melihat adanya uang keluar yang ditransfer ke rekening pribadi oknum pengurus.
“Sebagai admin, saya merasa janggal. Kok uangnya ditransfer bukan ke rekening yayasan, malah ke rekening pribadi pengurus. Dan ini terjadi dari 2020-an hingga 2021,” tutur Roy yang didampingi istrinya Suwartiningsih saat ditemui, Sabtu (15/4/2023).
Sekira pada 31 Desember 2021, Roy tiba-tiba menerima pesan WhatsApp dari Yamin yang isinya menyatakan dia dipecat. Ketika dihubungi melalui sambungan telepon untuk menanyakan alasan pemecatan, Roy tidak mendapatkan jawabannya.
“Waktu telepon Yamin bilang, agar saya tidak usah banyak omong dan disuruh ke kantor yayasan untuk mengambil surat pemecatan,” katanya.
Saat disinggung terkait dengan uang pesangon, Roy mengaku tidak mendapatkan sepeserpun dari pihak yayasan. “Padahal saya kerja dari 2013 hingga 2021. Lebih kurang 8 tahun. Tetapi tidak diberi uang pesangon,” ucapnya.
Suatu ketika, Roy membaca surat kabar yang memuat pengumuman bahwa kepengurusan YSBMA sebenarnya dibekukan atau dalam status quo. Hal itu berdasarkan putusan provisi Pengadilan Negeri Surabaya No 661/Pdt.G/2021/PN.Sby.
Dia menyampaikan jika sepengetahuannya, apabila status quo, pengurus tidak boleh melakukan apa-apa berkaitan YSBMA. Tetapi kok malah memecat dirinya.
“Saya tidak bisa tinggal diam. Memang saya orang biasa dan hanya pegawai tapi kok diperlakukan semena mena dan tidak adil,” imbuh Roy.
Lebih lanjut Roy mengaskan bahwa untuk memperjuangkan keadilan dan kebenaran, dia sudah mengadukan dugaan penyelewengan Yayasan ini ke Polda Jatim.
“Laporannya No. LP/B/4/I/2023/SPKT/Polda Jatim. Saat ini sudah dalam penyidikan. Saya berharap bisa memperoleh keadilan sebagai masyarakat kecil,” tegasnya.
Swattiningsih ketika diminta komentarnya terkait permasalahan ini mengatakan, bahwa setelah suaminya melaporkan ke polisi, baik dia ataupun suaminya selalu mendapat teror.
“Kami selalu mendapat teror lewat telepon. Kalau diangkat tidak menjawab. kami sampai tidak berani tinggal di rumah,” katanya. (q cox)