SURABAYA (Suarapubliknews) – Masih adanya perbedaan pendapat soal garis pantai antara Pemkot Surabaya dan Pemprov Jawa Timur, menjadi pokok bahasan Komisi C DPRD Surabaya, yang meminta agar kembali melakukan pemotretan udara untuk sinkronisasi data, karena bisa berdampak pada penentuan kewenangan.
“Hasil foto udara Badan Informasi Geospasial sama-sama dibenarkan, tetapi ada perbedaan. Solusinya foto ulang,” kata Ketua Komisi C DPRD Kota Surabaya Baktiono. Kamis (7/06/2024)
Sinkronisasi garis pantai ini juga bertujuan untuk mempercepat pembahasan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Sebab, terdapat selisih 67,5 hektare.
Menurut dia, proses pelaksanaan foto udara harus dilakukan di waktu yang sama dan menyesuaikan dengan setiap kondisi di wilayah pesisir.
Sebab penentuannya juga berdampak pada penghitungan luasan wilayah di kawasan pesisir, seperti Bulak dan Kenjeran yang diproyeksikan sebagai Proyek Strategis Nasional (PSN).
“Foto malam, siang, pagi, dan sore itu beda karena terkait pasang surut air laut. Kalau waktunya berbeda maka hasilnya juga beda,” ujarnya.
Baktiono menyebut bahwa sinkronisasi garis pantai agar Kota Surabaya bisa mendapatkan hasil dari pelaksanaan pembangunan.
“Surabaya harus mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) dari sini,” kata dia.
Selain itu, Baktiono menyebut kesamaan data soal garis pantai untuk melindungi keberadaan kawasan konservasi mangrove.
“Mana yang boleh dan tidak boleh harus diperhatikan, kalau tak dilakukan bisa menimbulkan abrasi di pantai. Di sana juga ada vegetasi dan biota laut, jangan sampai punah,” kata Baktiono.
Mengingat garis pantai menjadi suatu hal yang penting maka DPRD bersama Pemkot Surabaya secara langsung berkoordinasi ke Pemprov Jawa Timur agar sinkronisasi bisa secepatnya dilakukan.
“Ini harus selesai, kami dan pemkot akan ke provinsi,” ujar dia. (q cox, Ant)